Mengenali Emosi, Tunjukan Empati

“Ih, orang itu emosian deh. Gampang banget marah-marah. Padahal dia yang salah,”
Pernah gak, kalimat seperti itu terbesit dibenak Anda? Saya pernah! Dan mungkin orang lain juga pernah merasakannya.

 

Orang yang emosian sama dengan orang yang pemarah saya rasa sudah jadi penilaian yang lumrah sejak dulu. Sejak sebelum menikah, saya tak ingin terlihat atau marah pada anak saya nanti. Karena sependek usia, saya terbiasa melihat bapak yang cukup mudah meledak. Saya menganggap, menunjukkan amarah pada anak itu tidak baik. Untunglah saya segera menonton film inside out. Meskipun film kartun untuk anak-anak, film ini sangat mengena  di hati saya.

Inside Out bercerita tentang anak perempuan berusia 11 tahun bernama Riley yang memiliki berbagai emosi yang ada dalam tubuhnya. Dalam pikiran Riley, terdapat 5 wujud emosi yaitu Joy ( bahagia ), Fear ( takut ), Anger ( marah), Disgust ( jijik ) dan Sadness ( sedih ). 5 wujud emosi tersebut tinggal di sebuah tempat yang disebut dengan Headquartes ( markas besar ) yaitu pada pusat kendali pikiran Riley yang membimbingnya dalam kehidupan dan kegiatan sehari-hari. Keadaan pun menjadi berubah ketika Riley harus pindah ke kota San Fransisco untuk ikut bersama ayahnya. Headquartes pun menjadi kacau saat Riley berusaha beradaptasi dengan kehidupan di kota tersebut. Sementar Joy berusaha dan tetap untuk optimis, kelima emosi ini berseteru tentang cara terbaik untuk Riley dalam menghadapi kehidupan kota, rumah, sekolah dan lingkungan baru.

Sebaiknya sih, nonton langsung ya untuk bisa menangkap inti dari ceritanya.
Mengenalkan emosi pada anak ternyata sangat penting. Karena mengenali perasaan lewat ekspresi wajah orang lain, akan membuat anak berempati. Mengenali perasaan diri sendiri kemudian belajar mengekspresikannya, akan membantu anak untuk mengendalikannya dengan baik. Jadi ini berguna untuk seumur hidupnya kan. Secara garis besar, kecerdasan emosional mencakup dua hal, yaitu mengenali dan mengendalikan emosi. Langkah pertama dalam mengajarkan kecerdasan emosional adalah dengan memperkenalkan macam-macam emosi kepada anak dengan menyebutkan nama-nama emosi tersebut.
Saya jadi ingat pesan Pak Bambang, Pimred yang menjabat saat saya masih bekerja. “Kalau lagi menulis jangan pakai emosi ngger. Emosi bukan cuma marah, tapi terlalu cintapun itu namanya emosi. Nanti kamu gak bisa melihat dengan objektif,” pesan beliau saat saya belum lama diterima bekerja.
Minggu, 12 November lalu saya mengikuti kelas mengelola emosi yang dibawakan mbak Sarwendah, psikolog yang juga aktif di banyak komunitas sosial. Untunglah saya masih berjodoh mengikuti kelas ini, setelah sebelumnya batal.
Dari kelas ini saya jadi lebih mengetahui kalau tidak dapat mengelola emosi, bisa memberikan dampak di kehidupan, salahsatunya rumah tangga. Bagaimana bisa terjadi? Ada banyak penyebabnya. Seperti tidak siap menjadi orangtua, stress karena harapan dan keinginan tidak tercapai, faktor ekonomi, disfungsi keluarga, persepsi yang salah dalam mendidik anak, tidak tahu tahapan perkembangan dan tugas perkembangan anak, jarak anak terlalu dekat, tidak ada yang mendukung/membantu, kelelahan fisik dan mental, dan masih banyak lagi.
Mengikuti kelas seperti ini sebaiknya memang tidak membawa anak. Kecuali anaknya bisa duduk anteng selama sesi berlangsung. Dan ini PR besar buat saya yang tidak bisa berpergian sendiri dan punya anak yang sedang aktif-aktifnya.
Meskipun sehari sebelum mengikuti kegiatan ini saya sudah melakukan ideomotor, ternyata masih ada “sampah” yang menyangkut. Syukurlah, “sampah” itu berhasil dibuang.
Jadi, tidak masalah untuk bersedih, marah, atau merasakan perasaan emosi lainnya. Yang terpenting, kita bisa mengenali dan tahu bagaimana menyalurkan emosi tersebut dengan tepat. Dengan begitu, keputusan yang akan kita ambil lebih baik.
Terima kasih mbak Awen, lewat kelas Mengelola Emosi saya jadi merasa lebih sadar akan emosi yang saya rasakan. Dan sebenarnya saya ketagihan ikut kelasnya 😂😂.

Tinggalkan komentar