“Dari pada sakit hati, lebih baik sakit gigi iniiiiiii, biarlah mengapaaaaa”
Hayoo, siapa yang tau lirik lagu di atas? *jebakan batman*. Buat yang lagi sakit gigi, bete gak sih denger lagu gitu. Emang dikira sakit gigi itu enak. Eh, tapi yang buat sakit hati, pasti juga akan bilang kayak gitu kan? ya kan! ya kan!
Nah, sekarang saya ada di posisi sakit gigi. Tapi saya gk bete sih denger lirik lagu itu. Saya gak mau sakit hati, tapi juga gak mau sakit gigi! huhuhu. Sependek usia saya, sakit gigi jarang sekali terjadi. Duluuuuu, saat masih usia 5 tahun (kalau tidak salah) saya pernah sakit gigi sampai tidak bisa tidur. Sakit gigi, pasti ada penyebabnya kan. Jadi saat kecil saya emang udah gragas tapi tetap aja badannya cungkring. Di rumah Nenek sedang panen buah jambu klutuk. Tau kan, buah jambu yang isinya berwarna putih (ada juga mera) dengan taburan biji yang menggoda seperti meses. Kebetulan gigi graham belakang saya memang bolong dan belum ditambal. Alhasil, menyempilan itu biji jambu. Waktu masih kecil, belum paham bagaimana mengatasinya. Yang bisa dilakukan cuma bisa nangis. Esok harinya saat dibawa ke dokter dan menyelamatkan si biji eh gigi, rasanya lega luar biasa.
Dua puluh tahun kemudian, saya kembali merasakan sakit gigi. Tetap si graham, hanya saja bukan karena ada bolong, tapi si graham bungsu yang ingin bertemu dengan kakak-kakaknya. Seperti yang kebanyakan dirasakan, saat graham bungsu muncul rasanya tidak nyaman. Apalagi, graham saya tipe yang malu-malu kucing. Munculnya sedikit-sedikit. Tidak nyamannya bisa lebih dari seminggu, terus hilang. Beberapa bulan kemudian muncul lagi. Gemes kan. Hahaha
Kebetulan, saya bukan tipe yang suka cepat-cepat minum obat untuk menghilangkan rasa tidak nyaman si bungsu. Pikir saya dulu “Ah, kalau segini saja sudah menyerah. Bagaimana saat melahirkan nanti. Lagi pula sakit yang dirasakan bapak pasti lebih sakit”. Konyol memang membandingkan gelombang cinta dengan sakit gigi. Tapi afirmasi itu saya tanamkan agar saya tidak mau menyerah. Prinsip saya saat sakit abaikan atau nikmati. Jadi beberapa kali si bungsu muncul, selalu bisa saya lewati dengan santai tanpa ke dokter atau minum obat.
Sayangnya sekarang sayamulai rapuh. Kali ini si bungsu bagian kanan bawah mulai mencari jalan untuk bertemu kakak-kakaknya. Hari pertama dan kedua, bisa saya lewati dengan santai. Hari ketiga, saya mulai gelisah. Gelisah karena di rumah ada tiga bocah yang dititip dan Cinta. Total ada 4 bocah yang harus saya awasi. Sampai siang hari saya masih bisa santai. Lewat tengah hari saya memutuskan untuk minum obat pereda nyeri. Gak tahan? bukan saya masih tahan. Tapi saya takut jadi singa, terus 4 bocah di rumah jadi cemilan sore saya. Hahahah.
Setelah minum obat, saya jadi ingat perkataan salah satu mamak di grup “Duh, aku kalau sakit cepat-cepat minum obat deh. Masalahnya kalau aku sakit, satu rumah kelimpungan. Gimana mau bisa manja pas sakit”. Sungguh mulia jadi seorang ibu ya. Sakit aja mesti berkorban demi keluarganya.
Reaksi suami saya saat diberitahu istrinya sakit gigi, malah kezel-kezel gimana gitu. “Beneran sakit gigi? Tapi dari tadi ngunyah terus tuh”. Errrrrr, ya namanya juga busui, kan lapar . *pembenaran*