Bagi kita warga Indonesia, bulan Agustus tentu identik dengan bulan kemerdekaan. Sejauh mata memandang, nuansa merah putih mewarnai.
Tentu saja, ini menyenangkan bagi anak-anak. Karena beraneka ragam perlombaan memeriahkan 17an. Di setiap RT/kampung/perumahan, pasti merayakannya.
Seperti di kampung sidomulyo, setiap RT mengadakan lomba untuk warganya. Mulai untuk anak-anak, remaja, dan dewasa. Di RT tempat tinggal saya, memulai perlombaan sejak tanggal 17 Agustus, selepas sholat jumat.
Karena usia Cinta masih kecil dan belum ada teman sebaya, tidak ada perlombaan untuknya. Kehadiran Cinta kali ini, sebagai supporter abang-abangnya.
Beberapa keseruan yang sempat saya abadikan






Melihat keseruan para peserta dan panitia, saya bangga sekaligus sedih. Bangga karena mereka masih mau melanjutkan tradisi 17an. Bukan masalah senang atau kalah, tapi bersenang-senang bersama, panas-panasan, lari-larian. Pokoknya menyalurkan energi. Apalagi usia anak-anak, energinya suka bikin mamak elus dada. Betul kan? Betul kan? **cari teman** . Dapat hadiah dari perlombaan itu, bones deh.
Terus kenapa sedih? Saya sedih karena tidak menikmati masa kecil seperti itu. Yang saya ingat, dulu saya pernah ikut lomba 17an. Saya kalah. Menangis. Dan tahun berikutnya tidak mau ikut lagi 😂😂. Kayaknya karena saya diiejek di sekolah. Apalagi waktu SD saya selalu juara kelas. Malu rasanya kalau tidak juara dalam perlombaan. Padahal saya baru menyadari setelah dewasa, bahwa tidak harus menguasai semua hal. Saya bisa saja juara kelas, tapi bukan berarti harus juara olahraga fisik juga kan 😆.
Tentu saja ini menjadi pelajaran untuk saya dalam mendidik Cinta. Menang kalah itu biasa. Nikmati saja prosesnya. ❤️