GAME LEVEL 1 Hari ke 2 : Komunikasi Produkif – Menuju Perubahan

Yeay, hari ini masuk ke tantangan hari ke 2. Sejak semalam saya sudah menerka-nerka, kira-kita apa yang akan terjadi seharian ini.

Kenapa tidak mempersiapkan permainan atau aktivitas untuk Cinta? Karena biasanya saat akhir pekan papahnya suka punya rencana dadakan. Jadi, agak longgar-longgar dikit (tapi tidak memengaruhi jadwal harian yang sudah saya siapkan).

Saat bangun pagi hari saya mengajak Cinta untuk buang air kecil. Ya, Cinta memang sudah lulus toilet training, tapi saya tetap mengajaknya untuk buang air kecil. Dari pada kecolongan, saya curi start duluan, heheh.

Seperti yang saya duga, Cinta langsung mengutarakan jika ia tidak mandi dulu. Jadi, saya tawarkan untuk membantu saya memasak. Tentu saja diiyakan Cinta dengan bahagia. Cinta memang hobi membantu. Masya Allah. Cinta membantu saya dengan mengambilkan baskom, telenan, mangkok dan bahan-bahan masakan lain. Tentu semua yang saya butuhkan mudah dijangkau dan aman diraih Cinta. “Wah, kakak bisa ambil baskom. Terima kasih kakak, sudah membantu mama,” ujar saya setiap kali ia selesai membantu mengambilkan sesuatu. Ya, pujian diucapkan sesuai dengan apa yang ia lakukan.

Setelah selesai memasak, Cinta memutuskan untuk segera Mandi. Dan setelah itu, Cinta mengatakan kalau dia lapar. Tentu saja, belum ada makanan yang masuk dalam perutnya. Padahal sesaat setelah buang air kecil, saya tawarkan sarapan kue, tapi ditolak.

Setelah selesai makan, Cinta mulai memberikan tantangan. Jeng jeng jeng. Ia merengek minta dibelikan es cream. Kebetulan, didepan rumah kami ada warung yang menjual jajanan dan es cream. Fiuuuhh.

Dilarang pasti akan menangis. Tidak dilarang tapi Cinta sedang batuk dan pilek. Sebenarnya saya pribadi tidak masalah dia minum es cream saat batuk pilek. Hanya saja, saya ingin tidak jadi kebiasaan. Apalagi es cream mudah ditemukan.

“Mi, boleh yaa Cinta beli es cream,” ujarnya dengan suara memelas. Belum saya jawab, suami dari ruang tamu langsung nyeletuk “Gak boleh”. Pecahlah tangis Cinta seketika. Padahal, suami hanya bercanda. Sependapat dengan saya, ia juga tidak masalah makan es cream. Tapi yang biasa terjadi pada anak-anak saat keinginannya tidak dituruti, pasti menangis.

Akhirnya saya peluk Cinta. “Kakak kesal gk boleh beli es cream,” tanya saya dengan suara pelan sambil menatap matanya. “Iya,” jawab Cinta. “Boleh kok beli es cream. Tenang dulu ya. Hapus air matanya, terus minta tolong papah temani Cinta beli es cream,” ujar saya. Sesaat kemudian, Cintapun tenang dan meminta papahnya menemani beli es cream.

Yang tidak saya duga, ternyata secara tidak sadar suami mempraktikkan apa yang saya lakukan sebelumnya. Sambil menemani Cinta makan es cream, suami mengajaknya berbincang-bincang. Suami mengutarakan keinginannya agar Cinta bisa mengurangi frekuensi makan es cream.

Wah, kalau suami saja secara tidak sadar bisa terbawa perubahan yang lebih baik, saya yakin Cinta –anak-anak pada umumnya- akan menirukan kebaikan serupa. Yups, children see, children do.

Tinggalkan komentar