Memahami diri sendiri lewat gaya belajar anak? Kok bisa? Bisa dong! Karena sudah seusia sekarang saya baru memahami gaya belajar saya sendiri.
Di awal game level 4 ini, saya kembali menerka-nerka gaya belajar yang Cinta miliki. Meski saya hanya memberikan permainan atau belajar yang sederhana (Bisa jadi kudu dipecut lebih keras nih mamaknya, atau memang saya yang memaknai belajar lewat halhal sederhana. hala!)
Cinta termasuk anak yang mudah ingat ketika melewati jalan tertentu atau melihat gambar, ia juga mudah mengingat sesuatu yang orang sekitarnya katakan. Dan seperti anak seusianya, Cinta masih aktif bergerak.
Dari 11 hari tantangan yang saya lakukan, gaya belajar Cinta hampir di dominasi gaya belajar visual. Meski begitu, gaya belajar auditori juga cukup mendominasi.
Lalu, bagaimana bisa saya jadi memahami gaya belajar saya sendiri? Ya, saya jadi mengingat-ingat bagaimana proses saya belajar dulu. Ternyata daya belajar saya kinestetik. Saya ingat benar, saat berjalan-jalan dengan bapak dulu saya lebih mudah mengingat isi buku yang saya baca. Saya juga selalu menggerakkan kaki atau tangan saat belajar di kelas. Dan yang sampai sekarang saya lakukan, saya selalu menggerakan kaki saat akan menjelang tidur. Bahkan kata suami, saat tertidurpun kaki saya auto bergerak. Ha-ha. Tidak memahami gaya belajar saat beranjak dewasa inilah yang ternyata membuat saya sadar akan kesulitan belajar yang selama ini saya alami.
Dan karena usia Cinta masih menjelang tiga tahun, gaya belajarnya mungkin bisa saja berubah suatu saat nanti. Dan tugas sayalah menjadi lebih peka pada kebutuhan belajarnya.
Kita belajar sama-sama ya kak :*