Nenek moyangku, seorang pelaut
Gemar mengarung luas samudera
Menerjang ombak, tiada takut
Menempuh badai, sudah biasa
Angin bertiup, layar berkembang
Ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda berani, bangkit sekarang
Keluat kita beramai-ramai
Ada yang baca liriknya sambil nyanyi gak? Ho-ho. Lagu Nenek Moyangku Seorang Pelaut sedang disukai Cinta. Meskipun belum hapal benar liriknya, tapi Cinta suka bernyanyi dengan lantang.
Seperti hari ini, usai melihat (lagi) kapal di tambak bawah rumah, Cinta bernyanyi-nyanyi. Bahkan menurut cerita si papah, di atas kapal Cinta pun bernyanyi-nyanyi.
Sampai di rumah, Cinta kembali melanjutkan nyanyiannya. Saking asyikmya bernyanyi, suara Cinta sampai serak. Ia pun kehausan. “Ma, tolong ambikan Cinta minum. Cinta haus,” kata Cinta. Sayapun mengambil air putih menggunakan gelas besar. Tapi, saya sengaja hanya mengisi setengah saja. “Kok sedikit,” tanyanya.
“Cinta habiskan dulu. Kalau kurang, baru kita isi lagi,” jawab saya. Iapun meneguk air putih dengan cepat. “Kurang ma. Tambah lagi air putihnya,” kata Cinta.

Ternyata Cinta menemukan pengurangan dan penjumlahan saat ia minum.