Pasang IUD, Gak Sakit Kok !

Tidak ingin menambah anak atau menjaga jarak tapi tidak menggunakan KB, menurut saya adalah hal yang aneh. Semua memang atas izin Allah. BerKB atau tidak, jika Allah menghendaki rahim kita akan dijadikan rumah bagi si janin, maka terjadilah.

Tapi, sebagai manusia saya percaya kalau kita harus berusaha dulu. Ada banyak cara yang bisa dilakukan dalam menjaga jarak kehamilan. Menjaga jarak kehamilan sangat disarankan. Demi kesehatan ibu, bayi dan janin yang dikandung.

Sependek yang saya tahu, metode berKBpun ada beberapa macam. Menggunakan kalender, pil, suntik, kondom dan IUD. Setelah persalinan pertama, saya menggunakan KB Pil menyusui. Alasannya, saat itu karena saya memang berniat hamil saat usia Cinta 2 tahun. Jadi saya rasa, KB Pil merupakan yang paling mudah. Karena saya melakukannya sendiri, setiap hari. Namun saat hamil Rangga, saya malah kepikiran untuk menggunakan IUD. Dipasang sesaat setelah bersalin. “Pake IUD ya yank,” tanya saya pada suami suatu hari. “Gak usahlah, pake pil aja lagi,” kata suami. Yang menggunakan KB memang saya. Namun, menurut saya pribadi keputusan tetap harus kami sepakati bersama.

Mendekati hari ke 30 usia Rangga, tiba-tiba suami bertanya apakah saya sudah kembali berKB. Saya jawab belum. Padahal, saya sudah membeli pil KB menyusui di Griya Bunda Sehat. “Pake IUD aja ya. Males nih minum-minum pil. Takut lupa,” ujar saya.

“Terserah aja. Yang pake kan ade. Asal nyaman, ya gak masalah,” jawab suami. Wohooooooooooo, gayung bersambut. Saya segera bertanya ke Bidan Neny via chat mengenai penggunaan IUD. Usai chat, saya pun memutuskan memasang IUD sekalian jadwal Rangga Imunisasi. Saya sengaja tidak bertanya-tanya lagi pada suami, khawatir berubah pikiran. 🤣

Deg-degan? Sedikit sih. Saya kembali teringat pada cerita-cerita orang (termasuk ibu saya) mengenai penggunaan IUD. Tentu saja, tidak ada cerita indah yang disampaikan.

Sayapun menanamkan sugesti, “aman, nyaman, dan saat pemasanganpun rasanya seperti saat melahirkan Rangga,” . Setiap saat saya ulang-ulang terus.

Pada hari pemasangan, saya masih tidak mengatakan apa-apa pada suami. Pokoknya yang ia tau hanya jadwal imunisasi dan baby spa.

“Ada suamimu? Sini suruh masuk, biar sekalian dijelaskan,” kata Bidan Neny saat saya yang masuk ke ruang periksa Bidan Neny.

“HAH!” aslinya saya sangat terkejut, cuma berusaha selooooooowww gaes.

Oleh bidan Marcel, suami saya dipanggil masuk ke ruang periksa. Oleh bidan Neny kami diberikan penjelasan macam-macam KB, keuntungan KB IUD dan resiko yang mungkin akan kami temui. “Reaksi tiap orang gak sama. Sejauh ini, alhamdulillah yang aku temui menggunakan IUD aman-aman saja. Jadi langsung pasang ya,” tambah Bidan Neny.

“Lho langsung pasang nih,” tanya suami. “Berapa lama pasangnya,”

“Cuma 5-10 menit kok. Sebentar aja. Nanti tinggi rahim diukur dulu. Mungkin akan sedikit berasa saat spekulumnya dipasang. Yang penting rileks. Dan setelah IUD terpasang, mungkin akan terasa nyeri, seperti nyeri haid, flek atau pendarahan seperti haid. Berapa lama? Setiap orang berbeda-beda,” jelas Bidan Neny lagi.

Setelah tak ada pertanyaan, sayapun menuju ruang suci aka ruang persalinan. Ya, tindakan pemasangan IUD ternyata dilakukan di ruang persalinan. Sayapun diminta tidur di atas tempat tidur persalinan. Persis seperti akan bersalin.

Deg-degan lagi. Tapi saya kembali menenangkan diri dan mengucapkan sugesti pada diri saya sendiri. Setiap tindakan yang akan dilakukan bidan Neny dijelaskan dan meminta izin. Jadi gak grusuk-grusuk pasang.

Saat pemasangan spekulum, yang katanya akan “berasa”, ternyata biasa saja. Sakit? Gak! Nyeri? Apalagi nyeri. Bidan Marcel yang bertugas membantupun terpaksa sambil menggendong Rangga. Yang gk bisa dititipin ke papahnya atau ditaruh. Doi mah, wangi tangan 🤪.

Saat pemasangan IUD tiba-tiba saya merasa keram di perut. Eh, kok kayak sakit perut halangan ya, batin saya. “Yups, IUD selesai dipasang,” kata Bidan Neny. “Waah, pantesan kok tiba-tiba kayak halangan,” jawab saya.

Selesaaaiiiiiiii.

Tak sampai 10 menit, IUD terpasang. Tak ada rasa yang teramat sakit atau apapun. Kecuali sedikit nyeri. Sayapun dibekali obat nyeri, jika tidak tahan dengan rasanya.

Untuk saya, rasa nyeri muncul sampai 60 menit setelah pemasangan. Setelah itu, nyerinya hilang timbul. Malah, setelah bangun pagi tidak ada lagi rasa nyeri. Hanya saja, tidak lama setelah pemasangan ada flek darah. Tapi tidak banyak. Dan menurut penjelasan dari Bidan Neny sebelumnya, bahwa itu hal yang wajar. Apalagi volumenya memang tidak banyak.

Dan tugas saya selanjutnya adalah USG ke dokter kandungan, untuk memastikan letak IUD sudah tepat. WAJIB. Duh, padahal males ke dokter lagi 🤣.

“Itu beneran bisa sampe 5 tahun,” tanya suami diba-tiba di perjalanan pulang. “Menurut keterangan sih gitu. Tapi kalau dia tahun nanti mau dilepas, ya gk masalah,” jawab saya.

“Ohh, ya palingan 6 bulan lagi kan dilepas juga,” kata suami.

Mohon maaf pak, ini IUD belum juga bekerja bapak udah kasih gambaran waktu buat ngelepas. 😶

Sekian curhatan soal pemasangan IUD. Jadi kalau ada yang bilang aneh-aneh soal IUD, tutup telinga saja. Jika ingin menggunakan KB jenis apapun, konsultasikan pada ahlinya. Agar informasi yang diberikan sesuai porsinya. Tidak ada yang ditambah atau dikurangi.

Oh iya, alasan lain saya memilih IUD selain takut lupa adalah IUD bukan KB hormonal. Saya masih punya hutang banyak nih sama timbangan 😌.

Tinggalkan komentar