Materi mengenai Fitrah Seksual pada tantangan level 11, masih berlangsung. Malam ini, kelompok 1 mengajak kami teman-teman sekelas berdiskusi dengan tema “Pemahaman Perbedaan Gender”. Kelompok 1 beranggotakan mbak Annisa Ramadhani, mbak Arika Citra, mbak Dian Agusari dan mbak Nanik Oktavia.

Sesaat sebelum materi, mbak Arika sempat bertanya siapakah yang berani memegang api? hmmmm, untuk apa ya?
Beberapa teman mengaku berani memegang api. Mbak Arika lanjut memberikan kami sebuah video (sila klik di sini). Kamipun diajak bermain sebentar. Setelah menjawab pertanyanan-pertanyaan pada video tersebut, saya mendapatkan poin 200. Yang artinya, seimbang tapi sedikit maskulin. Kamu tergolong seimbang, namun kamu agak sedikit maskullin, kamu cenderung menggunakn logika ketika menghadaoi permasalahan, jarang membawa perasaan,. Ingat bahwa terkadang menggunakan perasaan jua perlu di situasi tertentu.
Sumber : Materi Kelompok 1 Kelas Kalimantan – Kelas Bunda Sayang Batch 5
Baik! Ternyata saya masih kerap keliru antara gender dan seks (jenis kelamin). Materi dari kelompok 1 ini cukup mencerahkan saya.


GenderIdentity (identitas gender) adalah kesadaran sebagai laki-laki dan perempuan, yang umumnya dicapai anak pada usia 3 tahun. Anak di tahun ketiga akan mulai mengetahui, menerima, dan memahami bahwa dirinya sebagai individu laki-laki ataukah individu perempuan.
Gendor Role ( peran gender) adalah sejumlah harapan sosial tentang bagaimana seharusnya laki- laki atau perempuan berpikir, berperilaku dan merasakan sesuatu. Semisal, individu laki-laki lebih berfikir secara rasionalistis sedangkan perempuan lebih berpikir dengan perasaan. Pada tahap ini, individu mulai bertindak sesuai dengan peran gender.
Secara biologis laki laki dan perempuan jelas terlihat perbedaannya lalu untuk membedakan gendernya bagaimana?

[21.36, 24/2/2020] Bunsay 5 – Nanik Oktavia – KoorPG5: Tuntutan kesetaraan adalah agenda besar dalam gerakan feminisme. Mereka memperjuangkan kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Tapi banyak yang lupa, bahwa setara tak selalu sama. Setara tak selalu berbanding lurus. Selalu ada perbedaan dalam kesetaraan. Dan kesetaraan muncul justru dari perbedaan.
Sama halnya dalam ajaran Islam, Allah SWT menciptakan manusia dengan kodratnya berdasarkan keistimewaan dan kekurangan yang terdapat pada laki-laki dan perempuan. kedudukan laki-laki dan perempuan pada dasarnya adalah setara.
Konsep kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam Islam juga dapat ditemukan pada firman Allah subhanahu wa ta’ala, Allah berfirman, “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), ‘Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain….’”(QS Ali Imran [3]: 195).
Meski dinyatakan setara dalam Islam dan diakui semua orang, namun laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan. Keduanya dibedakan oleh fungsi masing-masing. Dan fungsi itu berkaitan denga apa yang kita kenal dengan istilah kodrat, atau fitrah dalam bahasa Arab. Nah dari fungsi tersebut kemudian lahir yang namanya hak dan kewajiban sebagai laki laki dan perempuan.

Mengajarkan konsep gender pada anak dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain
1. Permainan anak
2. Melalui cerita
3. Film
Pentingkah Mengenalkan Gender pada Anak Usia Dini?
Pengenalan gender adalah langkah awal untuk memberikan pendidikan seksual kepada anak. Mengapa harus diberikan sejak dini? Salah satu alasannya adalah karena usia ini anak sedang mengalami masa golden age. Lebih dari itu, anak usia dini juga memiliki ketertarikan tentang perbedaan tentang anak laki-laki dan perempuan.
Pengenalan perbedaan gender harus dilakukan secara tepat. Mengapa? Karena pendidikan gender akan tersimpan di dalam memori jangka panjang si kecil. Hal ini nantinya berpengaruh pada pembentukan perilaku dan kepribadian ketika anak dewasa.
Kapan Waktu yang Tepat Mengenalkan Konsep Gender?
Pada dasarnya, anak sudah bisa dikenalkan tentang gender sejak sejak umur 15 bulan. Pada saat ini, anak mulai memasuki fase anal. Fase anak adalah fase yang mana anak mulai paham tentang fungsi dari alat kelamin. Pada fase ini, anak mulai mempelajari perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
sikap yang harus kita ambil:
Pertama, beriman dan menerima perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan wanita baik secara fisik, psikis, atau hukum syar’i, serta hendaknya masing-masing merasa ridha dengan kodrat Allah dan ketetapan-ketetapan hukum-Nya.
Kedua, tidak boleh bagi masing-masing dari laki-laki atau wanita menginginkan sesuatu yang telah Allah khususkan bagi salah satunya dalam perbedaan-perbedaan hukum tersebut dan mengembangkan perasaan iri satu sama lain disebabkan perbedaan-perbedaan tersebut.


Dari materi kali ini, saya mendapatkan kesimpulan kalau gender bisa berubah karena sosial, budaya dan peran.
Gender, bisa berubah sewaktu-waktu. Mengambil contoh hasil dari game di awal materi. Saya yang mendapatkan hasil seimbang namun sedikit maskulin, bisa terbentuk seperti itu karena kondisi. Bapak yang sakit sejak saya kecil, membuat saya “terbiasa” melakukan pekerjaan laki-laki. Seperti menganggat galon, naik ke atap memperbaiki antena, merakit lemari, dan beberapa hal lain. Namun, setelah menikah saya lebih memilih mendelegasikan tugas-tugas tersebut ke suami. Kecuali saya tidak sabar saat meminta tolong, jadilah turun tangan sendiri. Tapi sebisa mungkin saya memberikan suami kesempatan untuk unjuk diri, hahaha.
Lalu bagaimana dengan permainan anak-anak? Masak-masakan misalnya? Tidak apa-apa jika anak laki-laki bermain masak-masakan. Yang utama, permainan tersebut tidak melawan fitrahnya. Jika anak laki-laki didandani seperti anak perempuan, itu yang tidak boleh.
Laki-laki bermain boneka tidak mengapa, karena ia belajar berempati. Anak perempuan bermain mobil-mobilanpun tidak mengapa, karena ia sedang belajar berekspresi. Orangtua haruslah tetap berperan membersamai buah hatinya agar fitrahnya tetap terjaga.
