Menjaga Diri dari Kejahatan Seksual

Sumber: Materi presentasi Kelompok 7 Kelas Bunda Sayang Kalimantan Batch 5
Sumber: Materi presentasi kelompo 7 Kelas Bunda Sayang Kalimantan batch 5
Sumber: Materi presentasi kelompo 7 Kelas Bunda Sayang Kalimantan batch 5

APA ITU KEJAHATAN SEKSUAL

Kejahatan seksual lebih kerap dikenal dalam bentuk kekerasan seksual.

➡️Kekerasan seksual adalah tindakan yang mengarah pada ajakan seksual tanpa persetujuan.
(Sumber: wikipedia)

➡️Secara umum pengertian kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan dimana orang dewasa atau anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih dari anak memanfaatkannya untuk kesenangan seksual atau aktivitas seksual (CASAT Programme, Child Development Institute; Boyscouts of America; Komnas PA).

➡️Undang-Undang Perlindungan Anak memberi batasan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan.

➡️kekerasan seksual terhadap anak meliputi tindakan menyentuh atau mencium organ seksual anak, tindakan seksual atau pemerkosaan terhadap anak, memperlihatkan media/benda porno, menunjukkan alat kelamin pada anak dan sebagainya.

Sumber: Materi presentasi kelompok 7 Kelas Bunda Sayang Kalimantan batch 5

SEBAB TERJADINYA KEJAHATAN SEKSUAL:

Dilihat dari sudut pandang pelaku kejahatan seksual, menurut Hari (1980 dalam Wickman dan West, 2002) secara umum dapat disebutkan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan seksual pada anak dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu :

➡️Faktor internal
1. Faktor Kejiwaan. Kondisi kejiwaan atau keadaan diri yang tidak normal dari seseorang dapat mendorong seseorang melakukan kejahatan. Misalnya, nafsu seks yang abnormal dapat menyebabkan pelaku melakukan pemerkosaan terhadap korban anak-anak dengan tidak menyadari keadaan diri sendiri. pada anak.

2. Faktor Biologis. Pada realitanya kehidupan manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan biologis itu terdiri atas tiga jenis, yakni kebutuhan makanan, kebutuhan seksual dan kebutuhan proteksi. Kebutuhan akan seksual sama dengan kebutuhan-kebutuhan lain yang menuntut pemenuhan.

3. Faktor Moral. Moral merupakan faktor penting untuk menentukan timbulnya kejahatan. Moral sering disebut sebagai filter terhadap munculnya perilaku yang menyimpang. Pemerkosaan, disebabkan moral pelakunya yang sangat rendah.

➡️Faktor eksternal:
1. Faktor Sosial Budaya. Meningkatnya kasus-kasus kejahatan asusila atau perkosaan terkait erat dengan aspek sosial budaya. Akibat modernisasi berkembanglah budaya yang semakin terbuka dan pergaulan yang semakin bebas.

2. Faktor Ekonomi. Keadaan ekonomi yang sulit menyebabkan seseorang memiliki pendidikan yang rendah dan selanjutnya akan membawa dampak kepada baik atau tidak baiknya pekerjaan yang diperoleh. Secara umum, seseorang yang memiliki tingkat pendidikan rendah cenderung mendapatkan pekerjaan yang tidak layak. Keadaan perekonomian merupakan faktor yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pokok-pokok kehidupan masyarakat. Akibatnya terjadi peningkatan kriminalitas termasuk kasus pemerkosaan.

Sumber: Materi presentasi kelompok 7 Kelas Bunda Sayang Kalimantan Batch 5
Sumber: Materi presentasi kelompok 7 Kelas Bunda Sayang Kalimantan batch 5

Cara mencegah agar tidak menjadi korban kejahatan seksual:

  1. Bermain
    Dengan permainan puzzle, kenalkan bagian tubuh yang dibagi per segmen : bahu ke atas, bahu sampai lutut, lutut ke bawah. Jelaskan bagian mana saja yang tak boleh disentuh dan bagian mana saja yang bisa disentuh.
  1. Bernyanyi
    Sentuhan boleh
    Sentuhan boleh
    Kepala tangan kaki
    Karena sayang karena sayang
    Karena sayang

Sentuhan tidak boleh
Sentuhan tidak boleh
Yang tertutup baju dalam
Hanya diriku hanya diriku
Yang boleh menyentuh

Sentuhan boleh
Sentuhan boleh
Kepala tangan kaki
Karena sayang karena sayang
Karena sayang

Sentuhan tidak boleh
Sentuhan tidak boleh
Yang tertutup baju dalam
Katakan tidak boleh
Lebih baik menghindar
Bilang ayah ibu

  1. Bercerita
    Lakukan tanya jawab sehingga anak bisa tahu bagaimana seharusnya kalau hal ini (pelecehan seksual) terjadi. Kenalkan hubungan dengan orang-orang di sekitarnya, siapa yang boleh dan tak boleh menyentuhnya. Lakukan tanya jawab untuk memancing anak menjadi kritis.
    “Bagaimana kalau ada orang menyentuh lutut ke bawah?”
    “Siapa saja yang boleh menyentuh?”
    “Orang asing itu apa?”
    “Beda kenalan, teman, sahabat, kerabat dan muhrim apa?”
    “Kalau tukang antar pizza?”
    “Kalau tukang sayur?”
    “Kalau adek mama?”
    “Kamu dulu di perut mama 9 bulan lho, mama bawa ke mana-mana. Kalau ada apa-apa terjadi pada kamu, mama ini malaikat pelindungmu, mama sayang sekali sama kamu, lahir dari perut mama, kita ini satu. Mama tidak akan izinkan apabila ada yang menyakiti kamu. Jaga tubuhmu baik-baik ya sayang. Jangan sembarangan disentuh orang.”
  2. Orangtua memegang peranan penting dalam menjaga anak-anak dari ancaman kekerasan seksual. Orangtua harus benar-benar peka jika melihat sinyal yang tak biasa dari anaknya. Namun, tak semua korban kekerasan seksual bakal menunjukkan tanda-tanda yang mudah dikenali. Terutama apabila si pelaku melakukan pendekatan secara persuasif dan meyakinkan korban apa yang terjadi antara pelaku dan korban merupakan hal wajar.
Sumber: Materi presentasi kelompok 7 Kelas Bunda Sayang Kalimantan batch 5

Sumber: Browne dan Finkelhor (dalam Wickham dan West, 2002, mengungkapkan empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan seksual yaitu

Dampak:

  1. Betrayal (pengkhianatan)
    Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan seksual. Sebagai seorang anak, kepercayaan orangtua harusnya dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas orangtua menjadi hal yang mengancam anak.
  2. Traumatic sexualization (trauma secara seksual). Anak yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak untuk melakukan hubungan seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual sewaktu anak itu dewasa maka ia akan melakukan seperti yang dialaminya semasa kecil.
  3. Powerlessness (merasa tidak berdaya). Rasa takut menembus kehidupan korban. Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak berdaya mengakibatkan individu merasa lemah. Korban merasa dirinya tidak mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasa sakit pada tubuhnya.
  4. Stigmatization. Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan rasa yang timbul akibat mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirinya. Korban sering merasa berbeda dengan orang lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat penganiyaan yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan dan minuman alkohol untuk menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya, atau berusaha menghindari memori kejadian tersebut.
Sumber: Materi presentasi kelompok 7 Kelas Bunda Sayang Kalimantan batch 5
Sumber: Materi presentasi kelompok 7 Kelas Bunda Sayang Kalimantan batch 5
Sumber: Materi presentasi kelompok 7 Kelas Bunda Sayang Kalimantan batch 5

Liputan MS Magazine (dalam Sulistyaningsih & Faturcohman, 2002) menyatakan bahwa pada para korban perkosaan 30% ingin bunuh diri, 31% mencari psikoterapi, 22% mengambil kursus bela diri, dan 82% mengatakan bahwa pengalaman tersebut telah mengubah mereka selamanya.

Weber dan Smith (2010) mengungkapkan dampak jangka panjang kekerasan seksual terhadap anak yaitu anak yang menjadi korban kekerasan seksual pada masa kanak-kanak memiliki potensi untuk menjadi pelaku kekerasan seksual di kemudian hari. Ketidakberdayaan korban saat menghadapi tindakan kekerasan seksual di masa kanak-kanak, tanpa disadari digeneralisasi dalam persepsi mereka bahwa tindakan atau perilaku seksual bisa dilakukan kepada figur yang lemah atau tidak berdaya.

Linda E. Ledray (dalam Sulistyaningsih & Faturcohman, 2002) menuliskan bahwa pada periode 2-3 jam setelah perkosaan korban 96% mengalami pusing, 68% mengalami kekejangan otot yang hebat, 96% kecemasan, 96% rasa lelah secara psikologis, 88% kegelisahan tak henti, 88% merasa terancam, dan 80% merasa diteror oleh keadaan.

Menurut Beitch-man et.al (Tower, 2002), anak yang mengalami kekerasan seksual membutuhkan waktu satu hingga tiga tahun untuk terbuka pada orang lain.

Sumber: Materi kelompok 7 Kelas Bunda Sayang Kalimantan batch 5

APA YANG KITA LAKUKAN KETIKA MENJADI KORBAN KEJAHATAN SEKSUAL

Menurut Larry, Rebecca, dan Heidi (1994) adalah dengan membawa anak yang menjadi korban kejahatan seksual ke psikolog anak ataupun pengobatan klinis lainnya. Namun hal-hal penting yang harus diperhatikan adalah orang tua, psikolog, ataupun dokter dalam kegiatan terapi tersebut. Karena kunci keberhasilan menanggulangi dampak yang terjadi apabila orang-orang tersebut dapat berkerja sama dengan memperhatikan dan mengikuti komponen-komponen yang penting sebagai berikut:

➡️1. Mengidentifikasi dampak dari kejahatan seksual terhadap anak dengan menilai variabel yang menandakan seberapa besar kejahatan seksual memberikan dampak kepada korban, yang datanya nanti akan digunakan untuk menentukan jenis pengobatan dan durasi pengibatan yang harus di tempuh korban.

➡️2. Menggunakan pengobatan yang aplikatif, jelas, dan kongkret secara empiris, termasuk mengadopsi contoh dan cara yang digunakan oleh rumah sakit kejiwaan daerah lain yang sudah teruji keberhasilannya.

➡️ 3. Senantiasa memberikan dukungan sosial kepada anak melalui orang-orang dekat yang ia sayangi seperti orang tua dan saudaranya.

➡️ 4. Secara sistematis mengamati efektivitas dari pengobatan yang dijalani anak, seperti pada perubahan gejala-gejala pada korban, struktur keluarga, ketersediaan alternatif pendukung, kemampuan berhubungan secara personal dengan orang lain, serta frekuensi kejahatan seksual lainnya yang mungkin terjadi lagi.

➡️ 5. Secara rutin melakukan pengobatan dengan lembaga yang menyediakan pengobatan, sosialisasi, dan pelayanan yang resmi.

➡️ Peran Masyarakat

▪️Masyarakat diharapkan ikut mengayomi dan melindungi korban dengan tidak mengucilkan korban, tidak memberi penilaian buruk kepada korban. Perlakuan semacam ini juga dirasa sebagai salah satu perwujudan perlindungan kepada korban, karena dengan sikap masyarakat yang baik, korban tidak merasa minder dan takut dalam menjalani kehidupan bermasyarakat
Selain pemberian sanksi kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak, perlu juga adanya perlindungan terhadap anak korban kekerasan seksual.

▪️Upaya preventif perlu dilakukan dengan dibentuknya lembaga yang berskala nasional untuk menampung anak yang menjadi korban tindak kekerasan seperti perkosaan.

▪️Lembaga penyantun korban semacam ini sudah sangat mendesak, mengingat viktimisasi yang terjadi di Indonesia pada beberapa tahun terakhir ini sangat memprihatinkan.

Mengidentifikasi menjadi proses tahapan awal dan penting, karena seperti yang dismpaikan mb @⁨IP Erli Tri Wiratmi (baru)⁩ tadi.. Berdasarkan penelitian.. Secara umum, Butuh waktu sekitar 3 tahun untuk korban bisa terbuka.. Krena ternyata penjahat seksual ini juga “memilih” korban yg dirasa mereka merupakan korban yang lemah dan tidak berdaya

Poin terakhir terkait bbrapa kasus kejahatan seksual yang terjadi di negara tercinta.. Faktanya.. Banyak sekali kasus2 terungkap.. Yg kalau sebenernya di ceritakan disini gak akan cukup 1 harim. Dan setiap kali membaca hati ini perih teriris bahkan menangis.. Belum lagi yang belum terungkap… 😭😭

Sumber: Materi presentasi kelompok 7 kelas bunda sayang kalimantan batch 5
Sumber: Materi presentasi kelompok 7 kelas bunda sayang kalimantan batch 5

Indonesia sesungguhnya telah memiliki dua bentuk upaya untuk melindungi penyintas kejahatan seksual, yaitu dalam bentuk perundang-undangan yang berkenaan dengan perlindungan penyintas kejahatan seksual dan satuan tugas (satgas) yang dibentuk oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Perundang-undangan yang berkenaan dengan perlindungan penyintas kejahatan seksual adalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pada Pasal 6 ayat (1) undang-undang tersebut dinyatakan secara jelas bahwa korban tindak pidana kekerasan seksual berhak mendapatkan bantuan medis dan bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis. Namun demikian, berdasarkan kasus-kasus seperti tertulis pada bagian pendahuluan terlihat bahwa kebijakan tersebut belum diterapkan secara nyata pada tataran kehidupan sehari-hari.
Kondisi ini disebabkan beberapa faktor. Pertama, faktor kurangnya sosialisasi dari pemerintah baik pusat maupun daerah terkait hak masyarakat. Mengingat masyarakat kita yang beragam tingkat pengetahuan dan akses terhadap informasinya maka harus ada strategi yang kreatif agar menghindari kesenjangan informasi di masyarakat. Kedua, faktor masih tingginya kesenjangan pendidikan di masyarakat sehingga upaya meningkatkan pengetahuan masih kurang. Ketiga, faktor kepedulian sosial yang semakin menipis di masyarakat. Masyarakat kita sedang beranjak menuju masyarakat yang individualistis sehingga kurang peka terhadap kondisi lingkungan sekitar

Mari kita kemudian menjadi masyarakat yang peka dengan lingkungan sekitar.. Meski tantangannya banyak. Dan biasanya mereka yg pernah menjadi korban, akan menjadi pelaku dikemudian hari ya.. sepertinya karena faktor inner child yg gak kelar, trauma yg dipendam lama, amarah yg tak diredam hiks.

TANYA – JAWAB :

Dyah Kusumastuti Utari: Mengapa sampai begitu lama mbak? Faktor apa yang mempengaruhi?

Jawaban: Pastinya faktor trauma ya mbak @⁨Fasil Bunsay 5 – Dy – Dyah Kusumastuti Utari – Sidoarjo/Sby⁩ mereka merasa powerless (tidak berdaya) atas apa yg sudah dialami, juga ketakutan2 seperti akan dimarahi, dll (stigma)

Nur Komariah: Oia mba,, sya malah muncul pertnyaan🤭 boleh yaaa..😁
Kira2 para korban kejahatan seksual itu ada yg bnr2 smbuh tdk yaa mba?
Sejauh ini adakah upaya preventif dr pemerintah ato lembaga penampung korban akibat kejahatn seksual?

Jawaban;

Saya coba jawab pertanyaan terkait mengapa korban pelecehan memendam lama dan tidak bercerita
Menurut Psikolog dan advokat untuk korban pelecehan seksi, Beverly Engel, dalam tulisannya di Psych Central , ada empat alasan mengapa ada banyak perempuan yang terlibat dalam pelaporan kasusnya ke pihak berwajib.

Alasan pertama adalah karena adanya penyangkalan yang menyebabkan pelecehan seksi. Banyak perempuan yang tidak menyadari kalau hal-hal yang dia alami sebenarnya adalah pelecehan seksual

Dalam kasus Via Vallen, kita bisa bercermin dari komentar salah satu selebriti yang menerima pengakuan melalui ‘ lebay ‘. Ia mengatakan kalau pesan-pesan tidak senonoh diterima Via sebenarnya adalah hal yang biasa. Hal ini juga merupakan bentuk penyangkalan terhadap pelecehan seksual yang terjadi pada perempuan.

Alasan kedua, takut akan berubah. Banyak pelecehan seksual yang dilakukan oleh rekan kerja atau bahkan atasannya.

Ketakutan akan muncul seperti dipecat atau tidak bisa naik pangkat membuat perempuan takut melaporkan kasusnya, jika diminta meminjamkan atasan

Dalam survei yang dilakukan oleh Lentera Sintas Indonesia, salah satu alasan terbesar adalah pelecehan seksi yang tidak didukung karena adanya pertentangan akan kehilangan pekerjaan

Alasan ketiga, korban takut orang lain tidak percaya menjadi korban pelecehan seksi. Bahkan lebih parah lagi, selain tidak terpercaya, sering kali korban pelecehan seksi malah sulit dipermalukan atau dipermalukan.

Kembali kita melihat kasus yang dialami oleh Via Vallen. Setelah memposting perihal masalah pelecehannya , ia tidak hanya mendapati komentar ‘lebay’ tetapi juga hujatan di akun Instagram-nya.

Komnas Perempuan yang dituangkan dalam cuitan bertuliskan, “Yang terhormat netijen yang mahabenar, jika ada perempuan yang berjuang melawan kekerasan, itu harus kita dukung! Sikap yang selamat ingin membuatnya semakin meraja rela!”

alasan terakhir adalah rasa malu. Pelecehan seksi memang sulit yang dihinakan, sehingga tidak aneh jika kemudian dikalahkan.

Korban akan merasa telah ‘terinvasi’ dan mengambil harga dirinya. Perasaan ini, membantah kemudian digabungkan dengan orang di sekitarnya yang malah mempermalukan, akan membuat korban menyalahkan diri sendiri dan enggan melaporkan masalahnya karena ada perasaan bersalah.

Sumber: materi kelompok 7 kelas Bunda Sayang Kalimantan batch 5

Kesimpulan yang saya ambil dari presentasi kelompok 7 adalah kejahatan timbul karena ada nya kesempatan begitu pula kejahatn seksual, oleh karenanya sdh sepatutnya kita mengenalkan kepada anak menutup aurat sejak dini.

Tinggalkan komentar