Lingkungan Pertemanan Menentukan Pola Pikirmu

Semakin lama, lingkaran pertemanan akan semakin mengecil. Yang sefrekuensi yang akan bertahan bersama-sama.

Kalimat seperti itu sudah sering saya dengar. Dan saya juga membuktikannya. Dulu yang yang sangat akrab saat sekolah, saat ini berkomunikasi sebulan sekalipun belum tentu. Lingkungan pertemanan saya saat ini ada di komunitas FormASI Balikpapan dan Ibu Profesional Balikpapan Raya. Di mana para perempuanya “sibuk” memantaskan diri, belajar, berbagi dan berkarya. Sedang sahabat sekental ingus saya saat ini yang tersisa hanya dua saja. Ibu saya yang sejak SMA selalu saya anggap sahabat. Serta suami yang beberapa tahun ini hadir melengkapi kehidupan saya.

Sejak dulu, saya memang tidak suka berbagi masalah yang saya hadapi. Pikir saya “masalah saya saat ini tidak ada apa-apanya dibanding dengan masalah orang lain” . Dan saya juga terlalu sering mendengarkan keluhan-keluhan. Keluhan-keluhan itulah yang membuat saya berpikir “ohh, kalau aku ada di posisi dia. Berarti aku harus seperti ini, biar begini dan begini”

Ya, masalah orang lain adalah bekal pelajaran saya. He-he.

Lalu bagaimana bisa lingkungan pertemanan menentukan pola pikir? Ini murni opini saya yang tiba-tiba muncul saat diskusi mengenai covid 19 di keluarga besar saya. Saya melihat opini-opini dari banyak pihak. Sampai ada yang berkata “Kalau sampai ketahuan covid, berapa lagi yang harus dikeluarkan untuk antigen atau swab. Mana keluarganya banyak”

Begitu mendengar kalimat itu, saya langsung tiiiiiing. Pantes denialnya makin denial ternyata ada yang miss. Makanya sayapun segera menkonfirmasi bahwa swab itu gratis jika dilakukan di puskemas dengan beberapa syarat. Dan yang saya ketahui misal ada anggota keluarga yang positif maka kita lapor ke ketua RT dan puskesmas wilayah kita tinggal. Nanti merekalah yang akan menindak lanjuti.Kita tinggal menunggu sambil isolasi mandiri. Jika swab sendiri, itu murni karena kita ingin dan cepat tanpa menunggu.

Ya, sebenarnya gak apa sih gk mau swab tapi ya sadar untuk isolasi mandiri. Lah, kalau tidak. Ampuuuuun.

Dan kedeialan itu muncul karena memang lingkungan pertemanan yang memberikan informasi yang juga denial. Ya sefrekuensi. Cocok kan.

elus dada T-T

Tapi karena itu juga saya pun belajar, sikap apa yang seharusnya saya ambil dan siapa saja yang akan saya saring dalam lingkungan frekuensi saya.

Jadi kalau ada yang menganggap lah temanannya sama yang kayak gitu makanya kayak gitu. Atau eh dia lho temannyua sama kayak gitu, pasti dia kayak gitu.

Ya jangan disalahin. Salahin diri sendiri aja. Eh gimana sih!

Tinggalkan komentar