Bangga dan Bahagia Menjadi Ibu Rumah Tangga

Balikpapan, 2005

“Kenapa sih ibu begitu! Pilih kasih. Nanti, saya kalau jadi ibu rumah tangga, harus lebih baik lagi!” riska remaja menggerutu sambil beranjak kamar.

***

Balikpapan, 2009

“Jadi, boleh ya pak?” kata saya sambil memelas.

“Iya, boleh. Tapi janji ya, kerjanya pakai hati. Kamu anak perempuan, kalau nanti bekerja harus seizin suami. Kalau suami gk izinkan bekerja di luar, gk boleh maksa. Sekarang dinikmati yang ada. Kerja pakai hati,” pesan bapak saat saya izin untuk bekerja sambil melanjutkan kuliah.

***

Menjadi ibu rumah tangga, adalah mimpi saya sejak SMA. Bukan! Saya bukan frustasi belajar terus merasa menikah adalah sebuah solusi. Sebagai anak bungsu dengan jarak yang cukup jauh dengan kakak-kakak, saya banyak menghabiskan waktu sendiri di rumah. Buku adalah teman terbaik, meski punya teman di sekolah atau lingkungan rumah sih.

Dokter, polisi, tentara, pramugari adalah cita-cita yang selalu dikenalkan sejak kecil. Seiring berjalannya waktu  ternyata ada banyak profesi yang bisa dijadikan impian.

Tapi entah kenapa, meski berkeinginan bekerja diranah public, menjadi ibu rumah tangga selalu jadi yang utama. Bahkan, saya sudah menyiapkan rencana bagaimana tetap menjadi jurnalis sekaligus ibu. Pernah bekerja di dunia jurnalistik membuat saya banyak bertemu perempuan hebat. Baik yang bekerja diranah domestik ataupun publik. Mereka yang bekerja diranah domestik, tak berhenti belajar dan berkarya. Ada saja yang mereka hasilkan. Yang bekerja di ranah publik, tak ada yang menyia-nyiakan waktu bersama anak-anaknya. Mereka selalu berusaha untuk profesional menjadi ibu dan istri.

Tahun 2014 adalah masa di mana saya harus membuat keputusan yang besar. Berhenti bekerja, menyelesaikan perkuliahan dan mencoba berbakti pada orang tua. Qadarullah, bapak jatuh sakit. Saya dan ibu harus selalu siap 24 jam. Di sini, pelajaran hidup yang lain di mulai. Karena belum menikah, saya pun menyebut sebagai anak rumah tangga. Dengan bangga dan lantang saya katakan itu pada orang-orang yang bertanya kenapa saya hanya di rumah. Pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab saya. Selama dua tahun, saya belajar menjadi anak rumah tangga. Berusaha sebaik mungkin. Saat itu yang menjadi patokan kesuksesan pekerjaan domestik adalah ibu. Ibu puas, maka saya bahagia. Menikah, hamil dan melahirkan di tahun 2016, saya masih melanjutkan tugas sebagai anak, istri dan ibu rumah tangga.

Namun, saya lupa. Menjadi ibu rumah tangga bukan hanya sekadar mengurus anak dan menyelesaikan tugas domestik. Harusnya saya tidak berhenti belajar. Meski di rumah, saya harus tetap bisa berdaya dan berkarya.

Alhamdulillah, di tahun 2018 saya mendapatkan kesempatan mengikuti kelas matrikulasi batch 6. Di kelas inilah saya mulai menemukan semangat, mulai mengenal diri dan tujuan. Usai kelas matrikulasi, sayapun melanjutkan di kelas bunda sayang batch 5. Kelas yang dampaknya begitu besar bagi saya dan Cinta. Kelas ini memberikan bonding yang kuat bagi kami. Karena mendekati akhir perkuliahan, anak kedua saya lahir.

Di tahun 2021 ini, saya kembali melanjutkan perkuliahan di kelas bunda cekatan. Di kelas ini saya menjadi begitu berharga. Karena saya tak hanya memikirkan bagaimana menjadi istri dan ibu, tapi juga berusaha menjadi pribadi yang baik dan bahagia. Saya belajar agar waktu saya tidak terbuang sia-sia. Bagaimana caranya? Salahsatunya dengan manajemen waktu yang baik. Setiap hari saya membuat jurnal harian.

Bullet & Jurnal ini juga menjadi salah satu saluran emosi selain berolahraga. Kegiatan yang saya lakukan jadi lebih teratur dan energi terkelola dengan baik. Saya meminimalisir melupakan kegiatan lewat jurnal harian. Saya bahagia.

Anak-anak akan bahagia, jika ibu bahagia kan? Maka, saya harus mengenal diri lebih dalam lagi. Menjadi ibu professional. Seperti yang pak Dodik katakan menjadi professional adalah kesungguhan. Bukan soal gaji. Tapi kebutuhan diri. Kalau kita tidak bangga pada diri sendiri, bagaimana bisa anak-anak bangga pada ibunya.

Jleeebbb.

Saya ingin menjadi bagian di konferensi ibu pembaharu. Memulai dari rumah untuk dunia. Dari rumah, saya tetap bisa berdaya dan berkarya. Dari rumah saya tetap bisa belajar. Dari rumah saya memulai kebahagian. Ibu Profesional membantu saya mengenal dunia yang luas, teman yang beragam, dan ilmu yang tiada batas. Tak ada hal kecil dan tidak penting. Setiap ibu punya tantangan sendiri-sendiri. Dan Saat ini saya belajar untuk menjadi ibu rumah tangga yang produktif. Agar bisa mandiri dan memiliki jati diri. Saya bangga menjadi ibu rumah tangga dan akan selalu begitu.

Tinggalkan komentar