Bahagia? Satu kata yang bisa mengubah banyak hal. Kata yang akan bermakna selamanya. Cara mendapatkan kebahagian setiap orang, tentu tidak sama. Namun kita semua setuju. setiap orang berhak untuk bahagia.
Dulu, saya sering mendengar saat menjadi ibu, saya harus menurunkan standar kebahagian saya. Karena hidup saya bukan hanya seorang diri. Tapi juga untuk suami dan anak-anak. Salah? Mungkin tidak. Tapi juga tidak harus benar. Namun yang saya yakini, ibu akan bahagia saat melihat anaknya bahagia. Dan anak akan bahagia, jika ibunya bahagia. Pengasuhannya akan dipenuhi rasa cinta.
Memang, pada kenyataannya kita tidak selalu menahan emosi. Ada saja yang membuat kita merasa lelah dan tampak ingin menyerah. Tapi saya percaya jauh dilubuk hatinya, para ibu selalu berusaha yang terbaik. Jika tanpa sadar melepaskan amarah pada anaknya, seketika pula penyesalah menyelimuti hatinya.
Lalu apa yang harus saya lakukan, agar tetap bahagia, namun melakukannya bersama dengan anak-anak. Pertanyaan tersebut, mulai saya dapatkan jawabannya saat mengikuti kelas bunda sayang. Dimana saya banyak melakukan kegiatan bersama cinta, yang saat itu tujuan saya adalah meningkatkan bonding kami sebelum kelahiran adiknya.
Membuat prakarya, membuat saya bahagia. Cinta pun begitu karena ia bebas berkreasi. Tapi, ternyata ada satu kegiatan lagi yang membuat mata kami berbinar-binar. Yaitu berkegiatan di dapur. Memasak atau membuat kue.
Keluarga bisa jadi kaget, karena saya paling jarang masuk dapur. Apalagi, ibu saya yang “meminta” jatah urusan dapur menjadi tanggung jawabnya. Ditambah lagi, suami meminta saya selalu mengutamakan anak-anak. Kalau mau didapur tapi anak-anak tidak mau ditinggal, maka delegasikan saja tugas tersebut.
Saat program mentoring di kelas bunda cekatan, memasak adalah salahsatu kegiatan yang saya pilih. Tapi kali ini saya fokus pada membuat kue dan cemilan. Kenapa? Saya pilih yang pasti-pasti aja. Pasti untuk dikonsumsi. Karena orang-orang di rumah hobinya nyemil. 🤣
Apakah membuat kami bahagia? Alhamdulillah, kegiatan ini selalu ditunggu anak-anak. Malahan kadang saya sendiri lelah, karena ditagih membuat sesuatu terus, he-he. Tapi saya bersyukur, jadi memiliki saluran emosi, selain berolahraga. Saya memuaskan rasa yang hilang. Hmm, apa tuh? Saat saya kecil, ibu melarang saya masuk dapur. Ibu tipe yang tidak suka dibantu, terutama anak-anak. Jadilah, riska kecil tidak pernah masuk dapur. Saya baru mulai mengenal dapur saat resign dari pekerjaan 😅😅.
Kita, harus tau apa yang membuat kita bahagia. Bukan bahagia semu ya. Tapi kebahagian sederhana, yang bisa kita ciptakan. Kebahagian yang bukan hanya berdampak pada kita sebagai ibu, tapi juga anak-anak. Aktivitas yang kalau kita kerjakan, akan memberikan kebahagiaan yang berkesinambungan.
Kalau belanja online bikin kita bahagia, gk apa-apa. Asal setelahnya gk pusing karena uang di rekening kok berkurang :p.
Memilih Saluran Emosi
Saya sendiri, memilih bahagia dengan cara menyalurkan emosi ke kegiatan yang saya sukai. Seperti berolahraga, menulis, mengedit video, atau membuat diy sederhana. Untuk olahraga saya memilih pagi hari untuk menjalankannya. Di mana suasana pagi masih kondusif dan udaranya masih segar. Eh, tapi saya melakukannya hanya di dalam rumah. Ya, saya memilih berjalan kaki santai, jogging, dan bersepeda di dalam rumah. Dari ruang tamu hingga dapur, bolak-balik. Untuk sepeda, jenis statis yang saya gunakan. Bosan? Alhamdulillah tidak. Saya yang sering overthinking, menjadikan olahraga ini sebagai wadah ngobrol dengan diri sendiri.
Lalu apa lagi yang bisa saya lakukan? Belajar di Ibu Profesional. Di sinilah saya belajar banyak hal. Kalau biasanya kita fokus pada belajar dan mengupgrade diri, di Ibu Profesional saya juga bisa berbagi. Berbagi pengetahuan yang saya miliki. Dari rumah untuk dunia. Jadi siapa bilang kalau ibu hanya leyeh-leyeh di rumah. Semua ibu, bisa menjadi bagian di Konferensi Ibu Pembaharu.
Yuk, ambil bagian di konferensi ibu pembaharu.