Hidup minimalis adalah salah satu impianku. Hanya memiliki barang-barang yang dibutuhkan. Namun, keinginan tak mudah diwujudkan. Biar bisa menjadi gaya hidup yang baik, perlu kerja karas kan.
Apalagi aku adalah tipe yang gampang tergoda dengam barang-barang lucu. Belum lagi tas dan baju. Hiks-hiks.
Keinginan tersebut makin sulit karena ibu dan suami bukan tipe orang yang mudah melepas barang. Kalau ibu beda tipis lah ya. Kalau suami, jarang belanja tapi susah melepas barang meski sudah rusak. “Siapa tau suatu hari nanti jadi barang antik yang mahal,” alasan suami.
Hmmmmm.
Salah satu cara yang kulakukan adalah memposting tas-tas kulit yang kupunya. Baik yang sering dipakai atau yang tersimpan rapi di dust bag. Ternyata beberapa hari lalu salah satu tas favoritku dicheck out di sebuah market place. Sedih sebenarnya tapi aku pikir kalau tidak dilepas, mau sampai kapan. Mungkin melepas barang kesukaan ini salah satu alasan untuk rela melepas tas-tas lain nantinya.
Jadi sebelum kupacking, tasnya aku bersihkan dan kulap dengan lotion khusus kulit. Setelah itu kupeluk dan kuucapkan terima kasih karena sudah menemani selama ini. Aku lupa kapan membeli tas itu. Tapi seingatku, saat rangga masih sangat kecil. Mungkin, sudah lebih dari dua tahunan. Kondisinya masih sangat-sangat baik. Jika tak diberi tahu, pasti banyak yang mengira tas tersebut masih baru. Padahal sering sekali kupakai. Tas kulit asli memang tahan banting kok.
Aku jadi tak menyesal punya tas-tas kulit yang lain. Hehe. Semoga saja, tas-tas lain yang kulepas, segera menemukan rumah baru. Supaya aku lebih lega lagi. Dan belajar hidup minimalis perlahan-lahan bisa tercapai.
Untungnya saat mengantarkan paket tas tersebut ke counter ekspedisi, aku tak memberi tahu ibuku. Hanya bilang mau antar paket. Setelah terkirim barulah ibu bertanya tas yang mana dijual. “Hah. Kenapa dijual. Itu kan kami suka. Sering dipakai!” Kata ibu. Nah kah, seperti dugaanku. Kalau saja ibu berkata seperti itu sebelum aku mengirimkan paket, bisa-bisa aku membatalkan penjualannya. Atau mungkin sedihnya makin berlarut. Ha-ha.