Di tahun ini aku dan suami bersepakat untuk melepaskan IUD untuk merencanakan kehamilan. Inginnya sih, jarak kehamilan ke tiga tidak jauh berbeda dengan jarak kehamilan pertama dan kedua. Namun, kenyataannya hamil dalam kondisi masih menyusui itu tidak mudah. Aku tidak tega menolak Cinta saat harus menyusui Rangga. Padahal, tentu saja Rangga harus diutamakan karena dia yang sangat membutuhkan ASI.
Harapan untuk menyapih Rangga ternyata jauh lebih membutuhkan perjuangan. Meski sampai sekarang ia masih belum lulus juga menyusui, aku dan suami bersepakat untuk merencanakan program kehamilan. Harapannya masih sama, semoga Rangga bisa stop menyusui sebelum adiknya lahir.
Aku melepas IUD di Griya Bunda Sehat (GBS), di tempat yang sama saat aku periksa kehamilan, bersalin dan memang KB IUD. Jika di banyak tenaga kesehatan meminta harus menstruasi saat memasang atau melepas IUD, bidan Neny owner GBS meminta kami untuk memastikan tidak hamil.
Saat proses pemasangan, seingatku memerlukan waktu 10 menitan. Itupun sebenarnya waktu yang diperlukan untuk memasukan alat cocor bebek dan mengukur tinggi rahin. Saat proses pemasangan IUDnya sendiri, tidak sampai 1 menit. Yang aku ingat, usai memang IUD aku merasakan keram perut seperti saat menstruasi datang. Rasanya malah enakkan melahirkan. He-he. Dibayanganku, saat melepasnya juga akan mengalami proses yang tidak jauh berbeda. Makanya aku memaksa suami untuk mengantarkan. Khawatir aku mengalami keram perut saat perjalanan pulang.
Tapi, saat namaku dipanggil ke ruang periksa, aku langsung diarahkan ke tempat tidur periksa. Sambil ngobrol mbak neny memastikan aku sudah siap untuk melepaskan IUD ini. “Kerasa gak benangnya?” tanya mbak neny sambil memakai sarung tangan.
“Terakhir periksa kerasa sih mbak. Tapi iniaku baru selesai halangan dan belum ada cek lagi,” jawabku.
Mbak Nenypun minta izin untuk mengeceknya. “Wah langsung kerasa nih Tarik nafas ya,” katanya. “Rileks, tarik nafas lagi,” arah mbak neny. Eh di saat yang bersamaan aku menarik nafas terasa ada sesuatu yang ditarik keluar. “Ngilu ya?” tanya mbak Neny.
“Gak mbak. Ya terasa ada yang keluar, tapi biasa aja,” jawabku. Usai aku mengatakannya mbak Neny sudah menunjukkan alat IUD di tangannya.
“Ya ampun cepatnya. Gak berasa apa-apa. Ku kira bakal pakai alat seperti pas pasang,” kataku antusias.
“Karena pasangnya di sini, aku tau. Kalau pasangdi tempat lain, biasanya benangnya di potong sampai habis. Nah, itu yang bikin agak sulit,” jawab mbak Neny. Pantesan mbak Neny berani melepaskan IUD yang terpasang di rahimnya sendiri. Ho-ho. Usah melepaskan IUD aku juga tidak merasakan sesuatu yang tadinya aku bayangkan. Biasa aja deh pokoknya.
Sampai ketemu lagi IUD. Semoga kita bertemu di waktu yang tepat dengan pengalaman yang sama.