Apa Cita-Citamu?

Bertanya mengenai cita-cita pada anak-anak, terutama di bawah lima tahun sungguh hiburan yang menyenangkan. Bagaimana tidak, kebanyakan dari mereka menjawab cita-cita karena kagum pada profesi tertentu. Aku sendiri punya banyak cita-cita saat kecil dulu.

Pernah suatu hari (eh sering sih) aku bertanya pada Rangga “Rangga, kalau sudah besar mau jadi apa?”. Tak ada harapan yang muluk pada jawaban yang akan dilontarkan Rangga. Aku hanya sekadar bertanya.

“Angga mau jadi mobil polisi,” jawabnya tegas dengan bahasa yang masih agak cadel.

“Maksudnya mau jadi polisi?” tanyaku.

“Tidak ma. Mau jadi mobil polisi,” jawab Rangga lagi.

“Kok mobil polisi. Bukan polisinya?”

“Iya ma. Mobil Polisi!”

Jika saja jawaban itu ku dengar sebelum aku menonton kartun Shimajiro mungkin aku akan keukeh membenarkan jawaban Rangga.

***

Suatu hari, Shimajiro, Mimilin, Niky dan Flappy bermain bersama. Merekapun saling bertanya cita-cita mereka saat besar nanti. Shimajiro tegas menjawab ingin menjadi roket. Seperti yang kulakukan, teman-temannya mencoba meyakinkan jawaban Shimajiro. Apakah astronot? Ternyata Shimajiro bulat mengatakan ia ingin menjadi roketnya. Yang membawa penumpang keluar angkasa.

Teman-temannya sontak menertawakan jawaban Shimajiro. Iapun bersedih dan menjauh dari teman-temannya. Saat berjalan seorang diri, ia bertemu dengan Profesor Roarson, salah satu ilmuan yang penemuannya luar biasa. Profesor Roarson bertanya, kenapa Shimajiro terlihat murung. Iapun menceritakan kejadian yang sebelumnya dialami. Shimajiro kira, Profesor Raorson juga akan menertawakannya. Tapi ternyata.

“Itu pemikiran yang luar biasa Shimajiro. Kalau kamu bersungguh-sungguh, kamu pasti bisa mewujudkannya,” kata Profesor Roarson. Bukan tanpa alasan, menurut Profesor Roarson, sebuah penemuan akan berhasil dari pemikiran-pemikiran yang tidak biasa. Iapun mendukung cita-cita Shimajiro.

Di tempat lain, teman-teman Shimajiro merasa tak enak hati karena menertawakan sahabatnya. “Harusnya kita mendukung dan memberi semangat Shimajiro. Bukan menertawakannya,” kata Mimilin.

“Ayo, kita cari Shimajiro dan meminta maaf,” ajak Niky.

Saat bertemu Shimajiro mereka langsung meminta maaf. Shimajiro pun memaafkan dan merasa bahagia karena teman-temanya mau mendukung cita-citanya.

Dari kartun tersebut, aku pun belajar untuk tidak menertawakan apapun cita-cita anak nantinya. Seiring berjalan waktu, mereka akan menemukan sendiri ingin jadi apakah mereka. Selanma cita-cita itu positif, bermanfaat dan membawa kebaikan, tentu sebagai orang tua aku harus mendukung. Menjadi orang tua yang bisa membersamai anak-anaknya.

Tinggalkan komentar