“Mami, berkas apa aja yang mesti Kala bawa?”
“Mami, pakai baju apa nanti pas interview?”
“Mami, kalau ditanya mau gaji berapa jawabnya apa?”
“Mami, kalau ditanya kenapa mau kerja di sini, jawabannya apa?”
Beruntun pertanyaan dilontarkan sepupuku, Kala – singkatan dari Kakak Ira. Kala yang sudah menyelesaikan ujiannya, punya banyak waktu kosong sambil menunggu ijazahnya keluar. Ia tak mau membiarkan waktunya untuk berleha-leha. Sejak SMP, ia sudah menjalankan bisnis online shop kecil-kecilan. Ia juga kerap membantu budenya sebagai kurir dadakan. Di usianya yang masih belia, Kala sudah tekun bekerja untuk menabung. Buat apa? Tentu untuk membeli beberapa kebutuhan yang tak mau ia minta pada orang tuanya. Seperti skin care, body care dan lainnya. Sejak kecil, Kala juga sudah pandai memix and matchkan busananya. Tak heran baju-baju yang kulungsurkan padanya, tak terlihat ketinggalan zaman sama sekali.
Pertanyaan Kala tentang wawancara kerja, tentu saja mengejutkanku. Aku sangat minim pengalaman dalam wawancara kerja. Karena dalam perjalanan aku meniti karier, hanya dua perusahaan yang kulamar. Pertama, Kaltim Post, dimana aku bekerja lebih dari 4 tahun. Pekerjaan sekaligus wawancara kerja pertama kali kulakukan di media cetak ini. Dan beberapa bulan sebelum resmi menjadi karyawan, aku sudah menjadi relawan di sana. Aku sudah kenal dengan banyak karyawannya. Bahkan psikotest yang kulakukan, walaupun tidak sungguh-sungguh dikerjakan, tidak akan mengubah keputusan HRD. Aku tetap diterima bekerja di sana. Dan sesungguhnya aku tidak ingat pertanyaan dari HRD kala itu. Yang kuingat hanyalah pesan dari Pak Bambang Janu, yang saat itu menjawab sebagai Pimpinan Redaksi. “Jangan mau dipacarin wartawan. Dipacarin wartawan itu gak enak. Banyak susahnya. Selain itu saya gak mau, kamu baru kerja sebentar terus berhenti karena diajak nikah,” pesannya. Dan benar saja, selama bekerja di sana aku menjomblo. Bisa dekat dan akhirnya menikah dengan suami malah setelah resign. “Itu kutukan dari bos,” kata redakturku saat itu.
Wawancara kedua adalah di sebuah perusahaan kecil. Tak jauh berbeda. Aku juga sebenarnya langsung diterima di sana. Karena aku menggantikan posisi seseorang. Jadi hanya sekadar pertanyaan. Memang ada pertanyaan mengenai gaji. Tapi aku hanya menjawab normative. “Penginnya lebih dari yang sebelumnya pak. Tapi minimal UMK,” jawabku saat itu.
Maka, Kala kubekali dengan jawaban yang sama. Kuingatkan juga dia untuk tetap santai dan optimis. Jika rezekinya bekerja di sana, maka akan ia dapatkan.