Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1443 H.
Taqabbalallahu minna wa minkum
Shiyamana wa shiyamakum
Barakallaahu fiikum
Lebaran kali ini, pasti terasa sekali ya perbedaannya buat kita semua. Yups, dua tahun lalu kebanykan dari kita merayakannya dengan hati yang gemas. Lantaran masih ada pembatasan dalam berkegiatan. Berbeda dengan saat ini.
Sebagian keluarga besarku berada di Balikpapan. Jadi, kami tak merasakan yang namanya pulang kampung. Hanya saja, kemajuan teknologi saat ini membuat maaf-maafan kami sekeluarga juga via online. Pamanku yang sudah lebih dari 30 tahun di Sangatta, selalu merayakan lebaran di sana. Paman yang merupakan anggota polisi, tak pernah bisa merayakan hari raya bersama keluarganya. Karena malam dan saat lebaran pasti bertugas.
Jalan-jalan raya macet tidak lagi kita temukan di saat lebaran ini. Sebaliknya jalan macet malah mudah sekali di jalan-jalan kecil. Ya jalan kecil, dan para tamu parkir di kanan-kiri jalan. Belum lagi jika pengguna jalan lainnya tidak sabaran. Huhuhu, akan membuat macet makin berkepanjangan.
Kadang aku bertanya-tanya bagaimana perasaan orang-orang yang membuat macet secara sengaja. Yang mungkin awalnya karena kesal, ingin memberikan pelajaran bagi pengguna jalan lain. Tapi ternyata malah karena ketidaksabarannya itu, adalah salah. Ia bukan berasa di sisi jalan yang benar. Sudah macet, salah dan malah makin parah. Pengin sentil kupingnya gak sih 🤣. Mana yang melakukannya usianya sudah makin tua. Kan bikin malu sama yang muda. Karena makin mencontohkan yang tidak baik.
Bagaimana dengan Cinta dan Rangga? Anak-anak yang semakin besar tentu bahagia karena bisa keliling ramai-ramai dengan anggota keluarga lainnya. Mereka bisa mengenal anggota keluarga lain yang jarang sekali mereka temui.
Ada satu lagi yang paling kutunggu, menikmati menu khas beberapa keluarga. Setelah sekian puluh tahun bertetangga, aku tidak pernah merasakan yang namanya soto pacitan. Dulu-dulu, alasannya karena si empunya rumah tidak berhenti dikunjungi, maka tidak enak jika terlalu lama di sana. Belum lagi, di soto pacitan ada cambah pendek yang ditaburkan. Salah satu sayuran yang tidak bisa kutelan sama sekali.
Kemarin, karena jam berkunjung kami tampaknya tepat, kamipun bisa leluasa menikmati soto pacitan dan nasi kuning buatan tetangga belakang rumah ini. Aku masih belum tergoda untuk mencicipinya. Tapi ternyata tidak dengan Cinta, dan beberapa keluargaku yang lain. Karena semangkuk soto untuk Cinta ternyata terlalu banyak, maka aku kebagian sisanya. Ternyata, enaaaaaaaaakkkkk banget. Memang rasa cambah pendeknya tidak aku suka tapi tertutupi dengan suiran tempe goreng yang jadi khas soto ini. Dan menurut pemilik rumah, seluruh bunbu membuat soto ini, tidak ada yang dihaluskan. “Cuma dikeprok dan cemplungkan,” katanya. Terdengar mudah ya. Hueheheh.
Kalau kamu, menu lebaran apa yang paling berkesan kali ini.