Seberapa Kenal dengan Teman Dunia Maya

Seberapa kenalkah Anda dengan teman-teman dunia maya? Hmmm, kalau aku jujur aja mungkin hanya 50 persen yang kukenal. Baik sudah bertemu ataupun akrab hanya di dunia maya. Separuhnya lagi, berteman hanya karena satu komunitas tapi tidak pernah saling menyapa. Sebagian yang kukenal di dunia nyata dan berteman secara virtual, tak selalu saling berkomunikasi. Terkadang hanya komentar-komentar dan reaksi singkat yang saling kami berikan untuk tetap menjaga komunikasi.

Seperti Facebook misalnya. Kalau tidak salah aku pertama kali menggunakan Facebook di tahun 2009. Saat itu, salah satu teman kuliah yang mengajak membuatnya. Target kami adalah bisa ngobrol dengan orang bule. Untuk melatih kami berbahasa Inggris. Saat mulai menggunakan Facebook, aku tentu masih bermain Friendster.  Ha-ha.

Semakin banyak teman yang kudapatkan lewat Facebook kala itu. Namun, yang kukenal secara nyata hanya beberapa orang saja. “Ah, ngapain berteman dengan yang tiap hari kita temui.Kita harus berteman sama orang-orang dari berbagai pelosok. Biar makin luas wawasan kita,” kata temanku saat itu. Maka, kami tak pernah selektif dalam menerima pertemanan. Pokoknya ada request, ya diterima.

Bahkan, jika dilihat kembali melalui kenangan banyak status-status galau nan labil yang menghiasi berandanya. “Kita pernah galau saat itu. Mungkin dulu orang-orang eneg liat status-status alay kita,” kata suami suatu hari.

“Bisa jadi. Seperti sekarang ada saja kan orang yang bikin status berkeluh kesah, marah dan bahagia. Kita sudah pernah ada dititik itu. Makanya, status-status kita saat ini bisa dihitung dengan jari banyaknya,” jawabku.

Aku sendiri saat ini menggunakan Facebook hanya untuk media belajar saja di Ibu Profesional. Selain itu, aku hanya memberikan reaksi pada status teman-teman yang berada paling atas di berandaku. Tanpa perlu scrolling-scrolling. Statusku yang paling sering adalah membagikan promosi jualan mbakku.

Lalu apakah aku selektif memilih pertemanan? Saat ini ya? Untuk yang belum aku kenal akrab, aku hanya menerima pertemanan dari orang-orang yang berada di lingkungan Ibu Profesional. Jika ada tetangga atau kenalan yang meminta pertemanan aku akan melihat dulu isi berandanya. Jika isinya hanya marah-marah dan berkeluh kesah, mohon maaf tidak akan aku terima. Begitu juga dengan yang sudah berteman. Jika ada yang marah-marah di statusnya, dengan sangat terpaksa aku menghapus pertemanan. He-he. Bagaimana dengan media sosial lain seperti Instagram. Tidak jauh berbeda. Aku membatasi penglihatanku pada apa-apa saja yang ingin aku lihat.  Atau mungkin bisa mengikuti cara ibuku, hanya menggunakan Instagram untuk melihat informasi seputar idolanya saja. Lesti dan Bilar.

Cara lainnya adalah dengan mengurangi penggunaan sosial media. Kadang kita memang perlu membentengi diri dengan banyak hal agar hati kita tidak ikut-ikutan terbawa suasana sosial media.  

Tinggalkan komentar