Mama Anak Dua

Malam bergadang, tidur tak tenang sepanjang malam

Satu digendong, satu digandeng, hold them all the time

Yang satu minta begini, yang satu minta begitu

Ini rasanya mama anak dua

Hayo, siapa yang merasa relate dengan liriknya Aviwkila. Sejak belum menikah, cita-citaku punya anak banyak. 5 atau lebih. Alasannya sederhana karena aku suka bermain dengan anak-anak. Bersama dengan anak, rasanya seperti bebas dari pekerjaan rumah lainnya, ha-ha.

Tapi orang yang paling menentang, memiliki banyak anak adalah ibuku. Repot dan kurang istirahat adalah kalimat yang selalu dilontarkan. Ibuku, memang suka rumah yang rapi dan bersih. Itulah sebabnya ia kurang suka jika banyak anak-anak di rumah. Tapi bukan berarti ibu tidak sayang cucu-cucunya ya. Sayang banget malah. Saat mereka mulai bermain, ibu biasa saja. Tapi setelah mereka usai bermain, maka akan keluar kalimat “berhamburnyaaaaaaaaa”.

Aku hanya bisa bilang “Sabar ya nek, sebentar riska rapikan dan pel rumahnya,”. Dulu waktu masih satu anak, aku bisa dengan sigap membersihkan rumah dan mengurus pekerjaan lain. Begitu anak sudah dua, maka semua berubah. Standa kebersihan harus lebih diturunan lagi. Kenapa? Karena anak-anak tidak selalu bermasin bersama. Kadang Cinta bermain masak-masakan, tapi rangga hanya bermain mobil-mobilan. Alhasil, satu sisi berhambur satunya masih rapi. Begitu kakaknya selesai bermain, adiknya melanjutkan. Yang tadinya sudah rapi, akan kembali berhambur.

Tak hanya soal mainan, aku mama mereka juga sering harus terbagi dua. Saat malam hari, biasanya aku duluan menidurkan Rangga. Jika Cinta belum tidur , maka ia akan meminta jatah pelukan sebelum tidur, Aku harus memeluknya sampai ia tertidur pulas. Biasanya aku juga akan tertidur. Tapi beberapa jam kemudian, aku harus terbangun karena rengekan Rangga. “Mama, sini bobo sama Rangga,” katanya sambil merem melek. Maka, aku harus pindah lagi ke sini Rangga. Selesai? Belum. Selanjutnya adalah giliran Cinta, jia ia terbangun maka ia akan mengatakan hal yang sama dengan adiknya. Aku harus berpindah lagi. Terkadang, kalau bukan hanya aku yang mendatangi mereka. Tapi merekalah yang mendatangiku disisi tempat tidur. Jadi sering kali aku tidur kesempitan karena diapit dua anak.

Bagaimana dengan suami? Biasanya kalau suami terbangun mendengar rengekan anak-anak, ia akan memanggil. “Sini, peluk papah aja.” Sayangnya panggilan dari papahnya, tak selalu berhasil. Terutama untuk Rangga, ia lebih memilih pelukan mama, terutama di saat ia belum sadar sepenuhnya. Berbeda ketika dia sudah sadar.

“Tuh, makanya!” Mungkin kalimat yang ingin diucapkan ketika mendengar cerita punya anak lebih dari satu.

Tapi aku bersyukur, suami sejalan denganku soal anak. Ia tak mau ada kalimat terbebani atau repot dalam mengurus anak. “Ya, punya anak memang begitu. Nikmati aja. Kita jalanin sama-sama,” kata suami.

Bekerja di rumah memang tidak mudah. Ada masanya kita lelah dan ingin berhenti sejenak. Tapi pasti ada hal menyenangkan yang membayar itu semua. Suami adalah garda terdepan saat kita mulai lelah. Ah, suamiku tidak pengertian, suamku gak paham. Iya bu, gak semua suami peka dan sigap dalam mengurus anak-anak di rumah. Apalagi suami tidak bisa multitasking. Maka, jangan ragu untuk mengutarakan keinginan. Sampaikan kalau butuh bantuan.

“Sayang, tolong suapin anaknya,”

“Sayang tolong sapukan lantai,”

“Sayang, tolong ini,”

“Sayang, tolong itu,”

Menyampaikannyapun harus dengan nada yang lemah lembut, agar suami tidak merasa diperintah. Dan jangan lupa, turunkan standar dalam hasil yang kita minta. Karena apapun itu, jika dikerjakan orang lain, belum tentu sesuai harapan kita kan.

Tinggalkan komentar