BIAN atau Bulan Imunisasi Anak Nasional, saat ini terus digalakkan pemerintah. Ini dilakukan lantaran cakupan imunisasi anak saat pandemi menurun. Ini tentu wajar, mengingat saat pandemi sedang tinggi-tingginya, banyak orang tua yang berusaha untuk menyelesaikan imunisasi anak-anaknya. Tapi banyak hal yang menghalangi. Nah, saat BIAN inilah kita sebagai orang tua diberi kemudahan dalam imunisasi.
Penurunan cakupan imunisasi ini, mengakibatkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Penyakit yang Dapat Dicegan Dengan Imunisasi (PD3I). Karena itulah dilakukan imunisasi rutin dan tambahan untuk mencegahnya. Ya, kurang lebih seperti boster. Vaksin ini diberikan pada anak mulai usia 9 bulan hingga 12 tahun. Untuk anak yang sudah SD, imuniasi ini dilakukan di masing-masing sekolah. Sedang yang masih belum sekolah, imunisasi dilakukan di posyandu-posyandu yang ditunjuk.
Seperti di kampungku, imunisasi dilakukan di posyandu RT 41. Pesertanya adalah anak-anak dari RT 40, 41 dan 45. Posyandu yang biasanya sepi, jadi lebih ramai dari biasanya. Untung saja, semua berlangsung tertibdan tidak menumpuk. Setiap RT diberi jadwal yang berbeda-beda.
Meski jauh hari sebelum vaksin kami diminta mengisi form pendaftaran, peserta boleh langsung hadir ke posyandu untuk mendapatkan imunisasi. Tiba di posyandu, peserta kembali harus mengisi form berisikan nama anak, alamat, nama ibu, nik dan nik anak.
Saat mengembalikan formulir tersebut kita harus melampirkan foto copy kartu keluarga. Sebenarnya saya terlewat informasi mengenai harus membawa kartu keluarga ini, jadilah harus pulang ke rumah dulu dan memfoto copynya. Hanya saja, sebenarnya untuk apa melampirkan kartu keluarga ini? Bukankah saat pendaftaran kita sudah menuliskan nik ibu dan anak. Begitu pula dengan form yang kita isi langsung saat imunisasi akan dilakukan. Entahlah, aku merasa dokemen-dokumen ini nantinya akan berserakan. Pernah liat gak postingan seseorang yang menggunakan kertas foto copy kartu keluarga sebagai bungkus makanan. Padahal, saat ini kita bisa memanfaatkan kegiatan dengan sedikit kertas atau bahkan tidak sama sekali kan.
Kembali saat imunisasi. Seperti dugaan, saat imunisasi banyak anak yang menangis. Terutama yang berusia 2-5 tahun. Rata-rata menangis karena takut. Tangisan dan rasa takut menjalar dari satu anak ke anak yang lain. Begitu pula dengan Cinta. Aku sudah jauh-jauh hari memberi tahu CInta dan Rangga, bahwa akan imunisasi. Tujuannya agar dia tidak kaget. Kan, aku orangnya suka mempersiapkan. Tapi suami tidak setuju sebanarnya, pemberitahuan ini membuat Cinta jadi ketakutan. Di hari imunisasi, Cinta langsung menangis saat jarum suntik ditusuk ke lengannya. “Sakiiiitt,” teriaknya sambil menangis.
Berbeda dengan Rangga, saat jarum ditusukan ia hanya berkata “aduh, sakit.” Tanpa nada tinggi atau tangisan. Lima menit setelah disuntik, ia sudah tidak merasakan lagi.
“Masih sakit?” tanyaku ke Cinta.
“Sakit,” kata dengan wajah kesakitan. Pertanyaan serupa aku lontarkan ke Rangga. Jawabannya jauh berbeda. “Tadi sakit. Sekarang gk.”
Alhamdulillah, tak ada KIPI setelah imunisasi kali ini. Lega rasanya. Meski hanya demam, kadang tetap saja dag dig dug. Kali ini, Cinta dan Rangga tetap bisa melanjutkan aktivitas. Bahkan kami bisa mengunjungi mini zoo di Plaza Balikpapan.