Bukan cuma mencari manfaat tapi juga memberi manfaat, adalah salah satu kalimat yang sering aku dengar selama di Ibu Profesional. Dulu, aku malah berpikir sebaliknya. Mana yang banyak memberiku manfaat dan ruang belajar, maka di situlah aku akan mengambil peran. Setelah melewati kelas matrikulasi, pemikiranku berubah. Jika aku bisa memberi manfaat, maka ruang belajar akan semakin terbuka lebar.
Hari ini, aku diajak untuk berbagi cerita perjalanan belajarku selama di Institute Ibu Profesional. Untuk diketahui, di Ibu Profesional ada tiga komponen yang bisa dipilih. Intitut, Kampung Komunitas dan Sejuta Cinta. Ketiganya punya playground yang berbeda-beda. Masing-masing member diminta memilih, minimal 1 komponen dan maksimal 3 komponen.
Aku memilih komponen Institut dan kampung komunitas. Inginnya sih juga ikut sejuta Cinta, tapi kok sepertinya aku tidak banyak berperan dalam kegiatan sosial. Bayangkan saja, untuk ikut kampung komunitas sebenarnya juga perjuangan. Untuk makhluk intovert seperti aku, kampung komunits cukup sering mengadakan kegiatan offline. Berbeda dengan institut yang belajarnya selalu daring.
Kali ini aku berbagi cerita dengan teman-teman kelas matrikulasi, mewakili kelas Bunda Produktif dari regionalku. Kegiatan kali ini, merupakan kolaborasi beberapa regional. Balikpapan raya, Batam, Bali, Asia, Aceh.
Aku memulai kelas Bunda Produktif dengan perasaan galau, gundah gulana. Bagaimana tidak, teman-teman sekelasku memutuskan untuk istirahat dulu. Mereka ingin menikmati peran mereka saat ini. Aku? Meski bukan orang yang suka berlari, tapi tidak enak rasanya jika tidak ada aktivitas yang kunanti-nanti.
Desain atau keterampilan adalah dua hal yang aku jadikan pilihan. Untuk desain, aku adalah orang yang senang membuat fleyer dan video-video sederhana. Untuk regional, komunitas lain ataupun keluarga. Tapi aku juga menyukai crafting, hanya saja aku bukan orang yang pro crafting dan mengabadikannya dalam frame dan menghasilkan sesuatu. Tapi entah mengapa saat mengisi formulir, aku yakin memilih crafting.
Saat tahu, para mahasiswa ternyata dibagi menjadi beberapa co-house, aku langsung merasa salah alamat. Namun, aku sangat beruntung karena ternyata co-houseku merupakan gabungan dari beberapa passion, yaitu art dan crafting.
“Ubah pola pikirnya. Ini kesempatan belajar dengan mereka yang sudah ahli,” saran mbak Midah saat aku curhat mengenai awal masuknya aku di Hexagon City.
Setiap zona baru yang masuk, memang sering membuatku kebat kebit. Aku bisa melakukan apa di project ini. Aku bisa bermanfaar apa. Aku bisa berbagi apa. Tapi semua ketakutan itu muncul dan akan hilang ketika aku bisa menjalaninya. Ditambah lagi, tetangga co-houseku adalah orang-orang yang bersemangat dan selalu memberi dukungan. Semua saling bahu membahu. Tak mau tetangganya patah semangat.
Lancarkah berbagi hari ini seperti biasa anak-anak tidak mau kelewatan untuk masuk dalam kamera. Mereka bergantian gelandotan di depan kamera. Alhamdulillah, tetap bejalan lancar.