Cerita di Sekolah

“Ma, Cinta gak usah sekolah aja deh,” kata Cinta. Aku menghentikan aktivitasku sejenak.

“Kenapa?” tanyaku.

“Cinta takut Ma. Takut kalau disuruh baca doa, Cinta gak bisa. Takut kalau salah-salah. Kalau baca doa sama mama, Cinta salah kan dibenerin,” jawab Cinta.

“Cinta tau gk, di sekolah nanti itu Cinta belajar bareng-bareng sama teman yang lain. Kalau salah ya gak apa-apa. Nanti akan dibantu sama bunda di sekolah. Mama tanya deh, Cinta bisa berlari?”

Cinta mengangguk.

“Bisa menggambar dan mewarnai?” tanyaku lagi.

Ia kembali mengangguk.

“Tuh, Cinta bisa banyak hal kan. Jadi tidak perlu khawatir,” pesanku berusaha mengurangi rasa grogi Cinta di hari pertamanya bersekolah.

“Mama, mama lupa ya? Cinta juga bisa bikin prakarya lho. Waktu bikin mesin ATM Cinta gak dibantu mama sama sekali.

“Oh iya ya. Tuh kan, Cinta bisa bikin prakarya keren,” kataku.

Sesampainya di sekolah, Cinta masih malu-malu. Tak ada satupun yang ia kenal. Aku dan papahnya memutuskan menunggu hingga ia masuk ke dalam kelas, baru ditinggal. Beberapa orang tua, memutuskan untuk tinggal melihat hari pertama anaknya. Karena masih di masa pengenalan, Cinta yang berada di kelas TK B, masih bergabung dengan taman-teman di TK A dan PAUD.

Sepulang sekolah, Cinta menyambutku dengan antusiasme tinggi.

“Mah, Cinta punya teman baru. Namanya Meera. Tadi sebelum pulang, Cinta tos dulu,” kata Cinta. Sepanjang perjalanan pulangpun, Cinta tak berhenti cerita keseruannya di sekolah dengan teman-temannya.

Malamnya, aku menerapkan rutinitas baru untuk Cinta dan Rangga. Aku berusaha membuat mereka tertidur sebelum pukul 10 malam. Tak mudah. Karena anak-anak terbiasa tidur larut. Alhamdulillah, Cinta dan Rangga ternyata bisa.

Di hari kedua bersekolah, Cinta malah lebih bersemangat lagi. Aku tak membangunkan seperti sebelumnya. Begitu bangun ia langsung menuju kamar mandi. Sembari aku menyiapkan bekal, iapun memakai baju dan perlengkapan lainnya.

“Ayo ma, jangan terlambat. Cinta gak mau ditunggu teman-teman,” katanya. Aku tersenyum geli.

“Ma, tasnya biar Cinta bawa sendiri aja,” ingatnya lagi. Masya Allah, anakku sudah makin menyadari tanggung jawabnya. Maaf ya nak, mama kadang lupa.

Sesampainya di sekolah, ternyata belum banyak teman yang datang. Mungkin karena pagi ini hujannya awet. Cinta langsung menuju tempat bermain sambil menunggu teman-temannya. Seperti kemarin, aku memutuskan untuk menunggu sebentar sampai ia masuk ke dalam kelas. Tak sampai sepuluh menit menunggu, Cinta menghampiri.

“Mama pulang aja. Cinta gak apa-apa kok ditinggal,” kata Cinta.

“Kan, Cinta belum masuk kelas,” tanyaku.

“Gak apa-apa ma. Cinta berani kok,” jawabnya.

Akupun menuruti kemauan Cinta kali ini. Papahnya yang menunggu di mobilpun bertanya-tanya, kenapa aku sudah keluar sekolah.

“Diusir sama anaknya. Katanya Cinta berani,” jawabku,

Suamipun tertawa terbahak-bahak. Kami menyadari kalau Cinta sudah semakin besar dan mau belajar hal baru.

Tinggalkan komentar