Kompetisi menurut KBBI adalah persaingan atau pertandingan untuk merebut kejuaraan. Tampaknya kompetisi tidak terasah dengan baik di jiwaku. Entah. Apa mungkin karena aku seorang introvert yang beradaptasi. Atau memang tidak mau.
Saat duduk di sekolah dasar, aku cukup sering mengikuti perlombaan mata pelajaran. Baik sesama teman sekelas ataupun antar SD di kecamtanku. Menang? Hanya di sekolah. Saat bertanding di sekolah lain, nilaiku masih di bawah si juara 3. Sedih saat kalah? Tidak! Aku malah merasa biasa saja. Mengikuti pertandingan-pertandingan itu hanya seperti hiburan buatku dulu. Aku tidak menargetkan diri untuk menang. Apalagi, biasanya ibu dan bapak tidak tahu kalau aku mengikuti perlombaan antar sekolah. Kok bisa tidak tahu? Berbeda dengan sekarang, dulu guru-guru memang tidak menginformasikan anak-anak akan mengikuti lomba-lomba. Ibu dan bapak hanya tahu, aku tiba-tiba menang atau tiba-tiba kalah.
Ibu dan bapak juga tidak pernah memaksaku untuk belajar. Mungkin belajar dari kedua kakakku, ibu dan bapak lebih selow. Yang ibu dan bapak tahu, kerjaku sepulang sekolah adalah bermain sepeda di hutan dekat rumah dengan kedua temanku. Selepas magrib, barulah aku duduk manis di meja belajarku.
Yang aku ingat, aku memang suka sekali berada di meja belajarku. Entah itu membaca buku komik, membaca RPUL atau hanya sekadar menulis agenda harian. Aku merasa sedang berperan menjadi anak yang fokus di meja belajar. Walaupun entah benar fokus atau hanya bermain peran.
Aku juga tidak merasa harus mengeluarkan jiwa kompetisiku dulu. Bagaimana tidak, jika kebanyakan teman sekelasku mencontek hasil ulangan atau PRku. Agak jumawa ya, karena merasa lebih pintar dari teman-teman yang lain. Padahal, sesungguhnya aku hanya lebih tekun belajar dan memanfaatkan. Memanfaatkan? Dulu aku punya teman sekelas yang mengikuti les di luar jam sekolah. Buku-buku lesnya ini berisikan soal dan jawaban. Nah, di waktu luang sebelum kelas di mulai atau jam istirahat aku suka sekali meminjam untuk dibaca-baca. Dan ternyata saat belajar atau ulangan, soal-soal di buku les itu banyak yang keluar. Voila. Maka nilaiku lebih tinggi dari teman-teman sekelasku, bahkan si anak yang punya buku les tersebut. Hi-hi.
Mungkin juga, jiwa kompetisiku jatuh karena sering dibandingkan dengan kedua kakakku yang punya banyak aktivitas fisik di luar sekolah. Sebagai adik, aku tentu ingin meniru kakak-kakak. Sayangnya bapak dan ibu malah melarangku. Ya dulu aku menurut saja tanpa bertanya atau berontak. Sekarang aku baru sadar, oh dulu aku biasa aja kalau gk ikut voli atau pramuka karena aku memang bukan anak yang mudah bersosialisasi. Meski aku suka bersepeda, tapi temanku hanya dua orang. Mungkin itu yang membuat jiwa kompetisiku tidak meningkat malah menurun.
Dan mungkin, karena sejak dulu bapak selalu berpesan untuk melakukan semua hal dengan hati. Jadi apapun hasilnya tetap memuaskan. Jadi buat apa berharap lebih kalau sedikit saja sudah memuaskan hati. Padahal berkompetisi itu baik. Apalagi jika kompetisinya secara sehat.
Keren, banget kak Riska.
Memang gak semua anak suka dengan kompetisi yang berbentuk kemenangan dalam arti yang sebenarnya yaa..
Seperti kak Riska, berkompetisi dengan diri sendiri untuk senantiasa lebih baik dari hari ini. Sungguh prestasi yang luar biasa, kak Riska.
SukaSuka
Terima kasih kak
SukaSuka