Kalau diminta memilih, kamu lebih setuju pinjam atau membeli? Aku pribadi lebih memilih untuk membeli dari pada meminjam. Namun, perlu diperhatikan juga, penggunaan barang setelah dibeli apakah memang dipakai berkali-kali atau hanya sekali.
Salah satu penyesalan yang kulakukan dalam meminjam atau beli adalah memilih membeli kebaya untuk wisuda. Saat itu aku memutuskan untuk membeli saja, karena kebaya milik mbakku berwarna putih (yang memang ia pakai saat akad nikah). Dan tentu saja karena saat itu dres code wisuda masih terpaku pada kebaya. Tidak seperti sekarang yang bisa menggunakan gauh atau gamis. Apalagi nih ya, saat wisuda kebaya itu tertutup oleh toga dan kawan-kawannya. Ha-ha. Bahkan saat foto bersama calon suami, aku masih menggunakan toga lengkap.
Meminjam barang konsumtif yang ternyata hanya untuk gaya, menurutku tidaklah baik. Kenapa? Karena penilaian orang pada kita akan sangat berbeda. Contohnya saat kita meminjam tas pada saudara atau teman, yang digunakan hanya untuk jalan-jalan. Orang lain bisa saja menilai kita lebih ”berada” padahal kenyataannya kita biasa-biasa saja. Orang lain, bisa menganggap kita memiliki kelebihan dana saat menggunakan pakaian yang sedikit wah. Padahal kenyataannya, kita sedang terseok-seok untuk mengumpulkan tabungan dana darurat.
Berbeda saat kita meminjam barang karena kebutuhan mendesak dan pemakaiannya hanya sekali. Misal wajan jumbo yang biasa digunakan untuk memasak dalam jumlah banyak. Untuk keluargaku yang tidak sering membuat acara, wajan tersebut pasti akan banyak menganggurnya. Berbeda jika memang sering membuat sajian dengan porsi besar. Nah, kalau sudah seperti ini, meminjam adalah solusi yang paling pas.
Bagaimana dengan pakaian tertentu yang hanya dipakai satu kali. Ini juga perlu dilihat lagi kelanjutannya. Apakah setelah acara kita masih mau menggunakan pakaian tersebut untuk sehari-hari atau saat jalan? Apakah hanya berakhir teronggok di sudut lemari? Jika hanya sekali pakai, meminjam atau menyewa adalah pilihan yang utama. Ih nanti rusak. Konsekuensi dari meminjam adalah siap mengganti saat kita lalai dalam menjaga barangnya. Sedangkan konsekuensi lain dari membeli adalah kemungkinan barang yang tidak terpakai lagi. Walau konsekuensi dari membeli bisa diminimalisir ya. Jadi baik meminjam atau membeli, menurutku kita tetap wajib untuk menyiapkan dana daruratnya.
Sebagai peminjam, kita juga wajib untuk sadar diri. Jangan menunda-nunda mengembalikan barang yang dipinjam. Jika masih perlu menggunakannya, kita harus segera menginformasikan pada pemiliknya. Jangan sampai si pemilik yang malah menagih duluan barang yang sudah dipinjamkan. Kalau itu sampai terjadi, sebenarnya kepercayaan si peminjam sudah mulai berkurang. Nah, kalau kepercayaan itu berkurang terus menerus, lama kelamaan “saldo” pinjaman kita akan habis. Malah tidak bisa meminjam lagi kan. Apalagi nih, kalau ternyata barang yang kita pinjam bernilai cukup tinggi. Tentu si pemilik barang punya ke khawatiran yang juga cukup tinggi kan.
Partner meminjamku sampai saat ini adalah ibu. Barang yang biasa aku pinjam adalah tas. Tapi, aku juga masih memilah-milah, tas mana yang benar-benar perlu aku pinjam. Kalau masih bisa memaksimalkan fungsi tas yang aku miliki, maka aku akan menunda meminjam tas ibu. Begitu pula sebaliknya. Bahkan tidak jarang aku yang menawarkan pinjaman tas ke ibu. Tapi ibu memilih untuk memaksimalkan tas yang beliau punya. Tampaknya aku mengcopy paste ibuku sifat ibuku.
Meminjam menurutku juga bisa menjadi kebiasaan. Apalagi kalau meminjam untuk hal yang tidak mendesak. Sekali meminjam, kita akan menjadi biasa untuk meminjam lagi dan lagi.
Oh iya, ini juga berlaku untuk uang ya. Meski mungkin kalau meminjam uang, jatuhnya lebih banyak pertimbangan yang ditawarkan.