Market Day di Sekolah

Beberapa pekan lalu, sekolah Cinta mengadakan sebuah kegiatan yang sudah Cinta tunggu-tunggu sejak awal masuk sekolah.

Apakah itu? Kegiatannya adalah market day. Kegiatan ini sudah 14 tahun dilaksanakan di sekolah Cinta. Tak menyangka usia sekolah Cinta sudah 14 tahun. Yang artinya aku sudah bertambah tua. Bagaimana tidak, aku sudah mengenal sekolah ini sejak keponakan pertamaku lahir, Nindy yang saat ini sudah berusia 12 tahun. Dalam satu tahun, market day dilaksanakan dua kali. Semester pertama untuk kelas TK B dan semester kedua untuk anak-anak kelas TK A. Mereka akan bergantian menjadi penjual dan pembeli.

Aku ingat benar, saat Nindy mengikuti market day pertama kali, aku juga ikutan heboh. Heboh berbelanja cemilan. Ha-ha. Harga-harga yang diberikan sangat-sangat terjangkau. Malah kadang para wali murid rela tidak mendapatkan untung. Harga minimum, tapi jajanan yang disajikan ukurannya jumbo. Ha-ha.

Begitu adiknya, si Cicah juga sekolah di Sevilla, tentu aku masih melanjutkan gereliyaku mencari jajanan. Tapi biasanya aku lebih sering mendapatkan sisa-sisa karena terlambat datang.

Saat giliran Cinta yang menjadi penjual di market day, aku mengajaknya berdiskusi cemilan apakah yang akan kami sajikan.Kami punya waktu 4 hari untuk menyiapkannya. Yang ada di otakku saat itu adalah cemilan yang sederhana tapi kami suka. Yaitu puding vla. Awalnya Cinta menolak, karena ia tidak merasa tertantang dalam membuat puding vla.

“Ihh, mama yang jualan kan Cinta. Jadi terserah Cinta dong mau jualan apa,” kata Cinta saat menyuarakan ingin berjualan makanan ringan dalam kemasan.

“Eh, gak boleh tau jualan itu. Di sini tertulis kalau makanan disiapkan orang tua. Jadi mama punya hak menentukan juga mau jualan apa,” jawabku. Ha-ha. Agak otoriter sedikit.

Tapi akhirnya Cinta mau mengikuti dengan syarat ia juga ikut berbelanja bahan-bahan dan turut andil dalam proses pembuatannya. Aku setuju-setujua aja (meski nenek yang sewot menentang keras). Aku memutuskan membuat puding di malam hari. Biar pudingnya tetap nikmat keesokan harinya. Khawatir kalau terlalu lama di kulkas, malah tidak enak.

Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan puding ini amat sangat sederhana. Di antaranya :

  • Agar-agar coklat

  • Gula

  • Coklat bubuk

  • Kental Manis

  • Air

Sedangkan untuk vlanya aku hanya memerlukan

  • Susu UHT

  • Kental Manis

  • Tepung Maizena

Alhamdulillah, untuk cup puding Mbak Ika memiliki stok sisa saat ia membuat nasi kotakan. Kami tidak perlu menggantinya, he-he. Ada 36 cup yang tersedia. Semuanya kugunakan. Dan sisa bahan puding kumasukkan dalam mangkuk bekas serial berjumlah 3 buah. Mungkin kalau cup puding itu ada 50 pcs, akan cukup dengan bahan yang kami buat. Setelah siap, semua puding kami masukan ke dalam kulkas, biar keesokan harinya puding dingin bisa dinikmati.

Awalnya satu cup puding vla kami jual Rp 5000. Tapi kok kecil bener yaaaa!! Maka kami putuskan menjual Rp 5000/2 pcs. Alhamdulillah, dagangan Cinta laris manis. Ia berhasil mengumpulkan uang sebanyak Rp 95.000, yang langsung dimasukan dalam dompet tabungannya.

Ketagihan? Tentu saja. Cinta sudah lama ingin sekali berjualan. Bahkan ia sering merengek untuk mengajakku berjualan di depan rumah. Bahkan, belum lama ini ia juga berusaha menjual hasil gambarnya ke teman-teman sekitar rumah. Ini bikin hati harap-harap cemas. Aku takut didemo ibu-ibu sekampung kalau sampai ada anaknya yang membeli hasi gambar Cinta yang masih dalam tahap belajar. Meski didepan Cinta aku tetap berusaha menyemangatinya agar terus belajar menggambar dan mengasah kemampuannya dalam berdagang.

Dari kegiatan market day di sekolah, Cinta bisa belaja mengembangkan kesukanya. Cinta juga belajar berkreasi dalam menyiapkan makanan yang akan ia jual. Dan yang juga tidak kalah penting, Cinta mengembangkan jiwa entrepreneurnya.

Tinggalkan komentar