Si Kutu Nyasar

“De, mbakmu sudah ada cerita?” tanya ibuku dengan suara perlahan. Aku menggelengkan kepala sambil mengernyitkan kening. Ada apa gerangan, sampai ibuku berkata pelan-pelan takut terdengar orang. Padahal di kamar ibu hanya ada aku, Ibu dan Bunga.

“Tadi dia cerita. Tapi jangan bilang siapa-siapa ya. Tadi dia bilang jangan bilang siapa-siapa,” tegasnya. Aih, lagu lama. Ibuku sering kali bilang jangan siapa-siapa. Tapi sering bocor ke aku atau mbakku. Untung sih tidak bocor ke tetangga. Ha-ha.

“Si Aisyah ada kutunya. Tadi ibunya bilang jangan bilang-bilang nanti dia takut ke sini,” cerita ibuku. Aku antara ingin tertawa dan terkejut. Rambut yang berkutu selalu membuat banyak ibu gemas. Seperti penyakit flu, kutu selalu menular. Dan aku sering menjudge kalau kutu adalah penyakit anak SD. He-he

“Ibu semalam tidur seranjang sama dia. Jangan-jangan ibu juga ketularan. Terus Cinta juga,” tambah ibuku. 

“Berarti Riska juga dong,” kataku. Hanya saja aku cukup percaya diri tidak ketularan kutu, meski ada sedikit rasa khawatir. 

Tak lama setelah cerita ibu, akupun mulai mencari di kepala Cinta. Kalau memang ada kutu yang tinggal, pasti akan meninggalkan jejak. “Semoga aman nek. Sepenglihatan mata riska, gak ada kutu,” kataku. 

Sembari melihat-lihat lagi, akupun mengusulkan ada Cinta untuk memotong rambutnya. Tak seperti biasanya, kali ini Cinta langsung menyetujui usulanku. “Tapi seleher ya ma,” kata Cinta. Akupun mengangguk menyetujuinya. 

“Gak kependekan?” Tanya ibuku. 

“Minta dirapikan aja. Jadi gak terlalu pendek,” jawabku. 

Keesokan harinya, saat pulang sekolah Cinta langsung menagih janji untuk diajak ke salon. Aku memilih salon yang tidak jauh dari sekolah Cinta. 

Sesampainya di salon Cinta langsung duduk di kursi dan memberitahukan kapster potongan rambut yang ia inginkan. Saat mulai menyisir rambut Cinta, si mbak kapster menemukan seekor kutu sedang duduk manis di atas rambutnya. 

“Ada satu kutu nih,” kata si mbak. 

“Hah! Cariin lagi mbak,” pinta ibuku. Si mbakpun menyisir rambut Cinta perlahan. 

“Gak ada lagi nih bu. Cuma satu. Ini salah arah mungkin. Makanya sendirian. Gak ada ninggalin anak-anak kok,” kata si mbak. 

Begitu tahu ada kutu nyasar, aku langsung mengirimkan pesan ke mbak Ika. “Icah langsung sedih. Katanya pasti gara-gara Cicah,” balas mbakku. Aku tertawa kecil. 

Sesampai di rumah, rambut Cinta kembali dicek menggunakan sisir sikam. Alhamdulillah tidak ada. “Gemesin memang kutu ini. Padahal anaknya gak dibiarin, tetap aja kecolongan kita,” kataku. 

Semogatidak ada yang nyasar lagi.

Tinggalkan komentar