“Jadi dia itu cuma bilang, mah bayi awal bukan depan mau aqiqahan. Udah gitu aja. Dia gk nyuruh mamanya datang atau tanya bagaimana kendaraan kalau mau datang. Acaranya di Samarinda!” keluh teman ibuku belum lama ini.
“Di Samarinda acara di tempat siapa?” tanya ibuku.
“Ibu angkatnya. Padahal aku sudah bilang, aku mau bikin acara buat bayi. Di rumah ini aja. Panggil ibu-ibu pengajian kampung,” tambahnya lagi.
Meskipun hanya ngobrol berdua, aku tetap bisa mendengar obrolan kedua nenek ini. Setelah obrolan mereka selesai, ibukupun segera beralih padaku. Biasanya ibu akan mencari sudut pandang dari anak. Apakah yang dianggap salah oleh temannya ini, benar-benar salah.
Menurutku agak susah. Karena aku tidak melihat langsung percakapan antara ibu dan anak. Hanya mendengar dari ceritanya. Bisa saja penyampaian teman ibuku ini intonasinya berbeda. Bisa saja, cara bicara anak memang seperti itu. Seakan ngobrol dengan teman, bukan dengan orangtuanya.
“Dan bisa saja, si anak mengira kalau si mama cukup pemberitahuan. Ya pasti datang atau mengusahakan datang. Gk resmi yang pakai kata-kata undangan, mah datang ya,” jawabku.
“Komunikasi antara mama dan anak ini sedang ada jarak. Makanya setiap yang diucapkan anak atau menantunya selalu tidak sesuai dengan harapannya. Menurut Riska sudah tepat kalau anaknya yang menyampaikan acara. Bisa saja ketika menantunya yang menyampaikan, ditanggapi berbeda lagi,” tambahku. Ibuku mengangguk mencoba mencerna dan memahami.
Sebagai orangtua, pasti kita inginnya dihormati anak. Meski sudah berkeluarga, kita ingin juga diutamakan. Itulah dilema anak. Karena ada banyak hati yang harus dijaga.
Aku dan suami, menerapkan hal yang sama. Ketika ada yang tidak sependapat, maka anaknya lah yang harus menyampaikan terlebih dahulu. Sebagai pembuka percakapan. Kenapa? Karena biasanya anak kandung lebih memahami karakter orangtuanya. Begitu pula sebaliknya. Orangtua akan mudah menasehati dan memaafkan anaknya ketika penyampainya tidak sesuai.
Coba deh menantu yang salah bicara, belum tentu mertua akan mudah memahami. Karena menantu adalah orang baru. Yang sedang belajar memahami mertuanya. Makanya baik mertua dan menantu, menurutku harus sama-sama bersabar. Agar semua bisa selaras dengan bahagia.
Dan buat para menantu, ayo bersemangat. Meski kamu tidak sependapat dengan mertuamu, bukan berarti kamu harus melawan dan bersikap tidak sopan.