“Bergayalah sesuai isi dompetmu.” kata ibuku suatu hari. Ibu bukan sedang marah padaku. Tapi hanya mengingatkan. Bahwa banyak hal bisa terjadi seketika. Kita tidak boleh merasa di atas angin. Masalahnya aku berat, angin semilir tak mungkin mampu mengangkatku 😌.
Tapi ada yang menggelitikku. Tampaknya petuah bergaya sesuai isi dompet tidak lagi cocok dengan keadaan saat ini. Di mana orang-orang yang menyukai cashless bermunculan. Dompet bisa jadi kosong, tapi isi rekeningnya gendut. 🤪🤣
Saat kusampaikan hal tersebut ke ibu, ibupun tertawa. “Iya juga ya. Ya pokoknya tau dirilah. Kalau banyak uang mau ini itu, silakan. Tapi kalau sibuk pinjam sana sini, tahan dulu keinginan. Tahan pamer sana sini. Kan lucu kalau gayanya selangit, tapi keuangannya sebenarny angop-angopan,” pesan ibu.
Aku paham, sebagai orangtua yang sudah melewati asam garam, manis pahit, dan hambarnya kehidupan, ibuku ingin anaknya bisa kuat menghadapi apapun tantangan. Tapi ya kalau bisa manis-manis aja semua 🤲🏻.
“Yang baik diambil, yg jelek jangan diikuti, perbaiki,” pesan ibu dan bapak sejak dulu. Alhamdulillah keduanya menyadari kalau orangtua juga bisa salah. Tidak melulu benar dan harus diikuti.
Hubungan anak dan orang tua memang tidak semuanya baik. Ada harapan-harapan yang kadang tidak bisa dipenuhi satu sama lain. Namun sependek usiaku, orangtuaku akan lebih lunak saat memberikan nasehat saat aku memposisikan sebagai anak yang mendengarkan, padahal belum tentu dijalankan. Bukan sesama orangtua.
Begitupun aku, saat memposisikan diri sebagai anak, aku bisa melihat dari berbagai sudut pandang. Ohh, harusnya aku bisa seperti ini. Ohh, sebaiknya aku tahan dulu untuk memberikan pendapat. Ohh dan ohh lainnya.
Menjadi anak dan orangtua disaat bersamaan memang tidak mudah. Tapi kita pasti bisa kok.
Lalu apa maksud tulisan ini? Entah, hanya menyampaikan yang ada di hati 😹✌🏻