Jangan Naik Pesawat Saat Flu

Jangan terbang saat flu sering sekali aku dengar. Karena tekanan udara saat di pesawat bisa membuat tidak nyaman telinga. Beberapa kali terbang dengan rasa tidak nyaman di telinga, biasanya tidak membuatku terganggu. Aku tak pernah mengeluhkannya. Mungkin karena toleransi rasa sakitnya masih bisa kuatasi. Suami beberapa kali merasakan telinga yang berdengung saat naik pesawat. Saking tidak nyamannya, ia sampai berkunjung ke dokter THT untuk mengecek kondisi telinga. Alhamdulillah, tidak ada berlangsung lama.

Namun kemarin sedikit berbeda. Qadarullah, aku tertular pilek. Suaraku bindeng dan ingus terus-terusan ingin turun. Kalau kata umi, ini tuh lagi pusing-pusingnya. Gak nyaman? Biasa aja sih. Karena sudah riweh sama anak-anak, aku mengabaikannya. 

Saat pesawat berada di ketinggian, aku aku mulai merasakan telinga berdengung. Tapi aku masih bisa membersamai anak-anak. Aku juga bolak balik ngemil biar rahangku selalu bergerak. Kan katanya pergerakan rahang itu bisa mengendalikan telinga yang berdengung saat naik pesawat. Anak-anak pun bolak balik bertanya, kenapa suara mama lebih pelan dari biasanya. Padahal menurutku aku sudah berbicara dengan volume yang cukup tinggi. 

Namun, sesaat sebelum pilot mengatakan kami akan menurunkan ketinggian, aku langsung merasakan sakit di bagian hidung menjalar ke kening hingga kepala sebelahku. Aku tidak tahu secara pasti, tapi dari yang sering kakakku utarakan, itu adalah jalur sinusitis. Rasanya seperti disuntikkan cairan tiba-tiba. Seketika merasa kesakita, air mataku juga turun tanpa pemberitahuan. Seperti keran yang bocor, terus menerus mengalir. 

Uhhhh, kalau tidak bisa menahannya, aku penginnya teriak-teriak aja. Tapi sadar kalau ada tiga anak yang duduk sejajar denganku dan penumpang-penumpang lain akan kebingungan. Kok kayak orang kesurupan. Ha-ha. 

Saat aku mengatakan pemikiranku pada ibu dan suami, mereka malah tidak merasa lucu. “Kok bisa orang kesakitan dia mikir dulu dan merasa lucu,” kata ibuku. 

Perjalanan udara yang harusnya biasa saja, malah membuatku jadi tidak sabaran untuk segera mendarat. 

“Tadi itu rasanya langsung pengin ajuin cuti jadi istri dan mama deh. Saking tiba-tiba sakit,” kataku pada suami.

Tinggalkan komentar