Memasuki hari ke 10 tantangan melatih kemandirian, saya sangat-sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan ibu profesional. Saya bisa lebih menyadari kewarasan saya. Pernah marah? Tentu! Tapi saat ini saya jauh lebih bisa mengontrolnya. Meski kalimat produktif masih kejar-kejaran di kepala. Mesti ngomong apa nih? Mesti ngapain nih dan masih banyak lagi.

“Klontaaaaaang”
Tiba-tiba ada suara benda berjatuhan di ruang tengah. Saya yang sedang di kamar, menuggu suara lanjutannya. Tapi kok tidak ada. Sayapun membuka pintu kamar. Beberapa benda berjatuhan. Ada uang koin, botol oil, kunci dan beberapa barang kecil lainnya. “Cintaaaaa,” panggil saya dengan intonasi menyenangkan. Cintapun mengintip dari kamar nenek. “Kenapa mi?,” tanyanya. “Tau gak, siapa yang menjatuhkan barang-barang ini,” sambung saya. “Cinta, tadi mau ambil kunci,” jawabnya sambil mendatangi saya.
“Kita rapikan lagi barang yang berjatuhan yuk,” ajak saya. Sebenarnya tadi hampir mengatakan “Kenapa gak disimpunin!,” untung saja tidak keluar. Ha-ha.
Cintapun merapikan barang yang berjatuhan. Saya ikut membantu perlahan. Tapi tiba-tiba. “Cintaaaa, sini deh,” ujar Cicah, kakak sepupu Cinta. Fiuuuhhh. Belum selesai eh sudah ada yang panggil. Cintapun segera mendatangi kakak sepupunya, tanpa melanjutkan lagi pekerjaan sebelumnya.
Sayapun kembali memanggil Cinta. Meski jadi bolak-balik, Cintapun berhasil merapikan barang yang tadi dijatuhkan.

Alhadulillah, melatih kemandirian kali ini bisa berjalan lancar meski prosesnya perlahan dan ada iklanya. Semangat untuk hari selanjutnya.
