Sibuk

Sibuk. Terdengar biasa ya? Tapi pernahkah menyadari kalau kata sibuk sering dijadikan alasan menghindari sesuatu. Err, apa mungkin cuma aku yang begitu. He-he. Tahun 2011an adalah tahun di mana aku menemukan sesuatu yang baru. Aktivitasku tadinya hanya kuliah, pulang, dan sesekali nongkrong. Ketika mengenal dunia kerja, semua kegiatan ingin dicoba. Liputan sana, liputan sini. Kalau satu hari itu punya banyak list liputan, rasanya bahagia sekali. Aku merasa sangat produktif. Bahkan, sampai-sampai aku mengabaikan hari liburku, demi mengisi halaman yang ku asuh.

Dua tahun pertama, pokoknya harus sibuk. Hari-hari selalu kuisi dengan kerja, kerja dan kerja. Aku seakan tidak mau melewatkan sedetikpun hari di luar rumah. Pergi pagi, pulang malam. Aku tidak pernah makan di rumah. Ngobrol dengan ibu bapak pun jarang sekali. Karena biasanya, bapak pergi kerja aku belum bangun. Aku pulang kerja, bapak sudah tidur. Waktu bersama di akhir pekan? Duh, jangan harap deh. Aku selalu punya janji untuk liputan. Aku tidak pernah menolak jika diminta liputan meski aku sedang libur. Bapak sampai menjulukiku anak kos.

Aku lupa, kejadian apa yang membuatku sadar kalau sibuk adalah sebuah alasan. Kalau prioritas, pasti tidak ada kata sibuk. Aku yang tadinya “gila” kerja, mulai berubah drastis. Maka, setiap sabtu dan minggu, aku selalu meluangkan waktu untuk jalan-jalan dan makan bersama dengan ibu-bapak. Ke tempat favorit, toko buku. Meski malamnya balik kerja lagi sih, he-he. Tapi waktu keluarga adalah prioritasku di akhir pekan.

Aku bersyukur, karena menyadari sibukku adalah alasan. Kenapa? Karena aku bisa menghabiskan banyak waktu dengan ibu dan bapak saat masih ada. Jika dulu aku tidak menyadarinya, mungkin aku tidak punya banyak kenangan yang bisa kuingat-ingat. Dan bisa jadi, ada lubang besar dihatiku karena penyesalan. Menyesal karena mengutamakan sibuk. Menyesal karena tidak menentukan prioritas.

Dari kesadaran itu juga, aku lebih legowo jika melihat seseorang punya waktu dengan kegiatan lain, tapi tidak dengan yang lainnya lagi. Ya karena bukan prioritas, maka yang lain akan tergantikan dengan kata sibuk.

Dan mungkin suatu hari, kata sibuk bisa terganti dengan produktif. Sehingga, keseimbangan bisa dirasakan dan dinikmati sepenuh hati.

Tinggalkan komentar