Tangga Seribu

20 tahun lalu

“Ayo, ngger embah anter pulang,” ajak embah membuyarkan konsentrasiku membaca komik favoritku, Detective COnan.

“Hah,” aku melongo. “Naik apa? Embah kan gak bisa bawa motor?” batinku.

“Jalan kaki. Sekalian olahraga,” jawab embah seakan tahu kebingungan cucunya.

Akupun segera beranjak ke dalam rumah, mengambil tas sekolahku. Lumayan berat. Jarak rumah dan sekolahku lumayan jauh. Kurang lebih 4 km, jika melewati jalur normal. Jika memotong jalan, jaraknya bisa berkurang 1 km. Hanya saja, kami harus rela wajah diterpa debu-debu jalanan. Jalannya lumayan lebar, tapi masih tanah dan dilewati truk-truk besar. Jadi kalau musim hujan tiba, rasanya seperti offroad. Bapak, tidak pernah mengajakku lewat jalan memotong. Yang sering melakukan adalah pamanku. “Biar gk bosan,” kata paman.

Lanjutkan membaca “Tangga Seribu”