Banjir Oh Banjir

Banjir adalah kata yang sangat jarang kudengar saat kecil. Entah karena wilayah Balikpapan yang terdampak banjir sedikit atau karena zaman dulu tak ada media sosial. Sehingga berita banjir tak mudah didapat seperti sekarang.

Atau bisa juga karena perkembangan, banyaknya rumah dan gedung yang di bangun, berakibat banjir mudah ditemui di berbagai sudut kota. Seperti belakangan ini, banjir di Balikpapan mudah sekali terjadi. Meski waktu surutnya juga cepat, tapi tetap saja banyak rumah yang terdampak.

Salah satunya rumah sepupuku di kawasan Jalan Soekarno Hatta KM 11. Ya kalau dipikir-pikir, kok bisa ya daerah kilo banjir. Karena yang diketahui selama ini, kawasan yang akrab disebut kilo adalah dataran tinggi. Yang sebenarnya di jalanan kilo juga turunan dan tanjakan. Apalagi saat aku kecil, keluarga di kilo selalu mengatakan kawasan rumah mereka itu di atas. Tampaknya itulah yang tertanam di otakku. Di atas, ya gak mungkin banjir.

Berita rumah sepupu yang kebanjiran malah kudapatkan dari pamanku di Sangatta. “Balikpapan yang kebanjiran di mana aja? Pada aman kah di sana?” tanya pamanku pagi-pagi. Sebelum menjawab pertanyaan paman, aku malah menanyakan ke ibu, di mana banjir. Tak menunggu lama, salah satu sepupu yang tinggal di kilo menjawab, kalau rumah dua sepupu kami yang lain kebanjiran. Yang satu sebetis dan yang satunya lagi hampir mencapai paha orang dewasa.

Saat cuaca mulai cerah, sepupu yang lain pun memberi kabar kalau air sudah surut. Tidak ada air lagi di dalam rumah. “Tinggal kerja baktinya nih,” lapornya sambil memberikan penampakan berupa video. Kamipun hanya bisa memberikan semangat.

Pengalaman banjir pertama kudapatkan saat berkunjung ke rumah mertua di Samarinda, yang memang berada di kawasan banjir. Alhamdulillah, rumah mama mertua cukup tinggi. Jadi air tidak pernah sampai masuk ke dalam rumah. Tapi tetangga-tetangganya dan jalan akses keluar masuk gang, tidak bisa dilewati. Saat itu, air bahkan hampir mencapai perutku. “Dulu malah lebih parah, airnya bisa sampai leher,” cerita ibu mertua. Yang paling sedih, saat banjir di Samarinda rumah kakeklah yang terparah. Rumahnya yang berada di pinggir jalan mendapatkan double kiriman. “Air masuk dari belakang dan depan. Kalau depan karena kendaraan-kendaraan besar lewat. Jadi muncul gelombang yang masuk ke rumah,” kata paman saat aku berkunjung. Kendaraan besar yang lewat bukan tanpa alasan. Mereka membawa orang-orang yang terjebak banjir. Dilema ya.

Semoga banjir di Balikpapan bisa segera di atasi. Tak hanya Balikpapan, tapi juga wilayah lain. Amin  

Tinggalkan komentar