Doooorrr
Aku mengejutkan bapak yang sedang asyik dengan pekerjaannya. Entah peralatan elektronik apalagi yang hari ini dibongkarnya. TV, radio sudah sering jadi bahan eksperimen bapak. Meski lebih sering berhasil, ada saja peralatan yang akhirnya kami antar ke tempat service elektronik.
“Jangan ngagetin dong. Bapak lagi sibuk,” bentak bapak. Aku sontak terkejut. Tapi, itulah bapakku. Kalau sedang sibuk mengerjakan sesuatu, tak pernah mau diganggu.
Hufh. Aku bosan. Hari ini Nata, Mas Andika dan Dewi tidak ada yang di rumah. Aku mengeluarkan sepeda biruku dari garasi. Kukayuh sepeda lungsuran dari mbak Ika ke arah hutan belakang rumah. Tempat bermain favorit dengan teman-temanku.
***
Usai makan malam, aku, ibu dan bapak duduk bersama di depan tv. Keduanya asyik menikmati tayangan tv. Sedang aku harus menyelesaikan PR dari sekolah. “Ada PR apa?” tanya bapak.
“Matematika pak. Cuma riska gak ngerti bagian ini,” jawabku. Bapak segera mengambil posisi di sebelahku dan membaca PRku.
“Oh, ini begini caranya,” bapak menerangkan. Bapak adalah penyelamatku. Di sekolah aku dikenal anak pandai. Nilaiku tak pernah jelek. Di balik itu semua, ada bapak yang selalu menjadi guru pribadi. Saat bapak shift sore tapi aku ada PR yang tak kupahami, maka aku akan menuliskan surat dan kuletakkan di depan TV yang isinya “Pak, riska gak ngerti bagian ini”.
Dan dini hari, sebelum ibu bapak bangun subuh aku sudah bangun lebih dulu. Mengecek apakah suratku dibalas bapak. Voila, penjelasan tertulis bapak sangat lengkap dan jelas. Aku dengan mudah memahaminya. Surat menyurat ini selalu kulakukan sejak aku SD sampai SMP.
Saat ada prakarya, bapaklah yang selalu bersemangat memberikan ide dan mendampingiku membuatnya.
***
Bapak memang bukan orang yang romantis. Bapak juga bukan tipe orang yang bisa berbicara mesra ke anak-anaknya. Mungkin, karena kakakku seorang tentara, didikannya kaku. Alhasil bapak juga ikut kaku dalam berbicara. Tapi bapak selalu berusaha ada di setiap waktu untukku.
Aku pernah merasa jauh dari bapak. Merasa tidak disayang dan dipedulikan. Bahkan aku pernah berpikir untuk pergi dari rumah. Seiring berjalannya waktu, aku menyadari kalau itulah bapakku. Bapak memang tidak bisa menunjukkan kasih sayangnya dengan kata-kata. Tapi perbuatannya menunjukkan bahwa kasih sayangnya tak terhingga.
Aku menikmati waktu bersama kami di toko buku, berdiskusi tentang buku pilihan kami. Aku begitu menyukai ketika menghabiskan waktu di tempat makan atau coffee shop. Bukan karena makanan dan kopinya enak tapi karena kami hanya ingin duduk dan memerhatikan kesibukan orang lain disekitar kami.
Bapak adalah orang yang mengajarkanku bahwa semua hal perlu dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang yang tak melulu menyalahkan dan selalu mengambil pelajaran dari segalanya, suka atau tidak, baik atau buruknya.
Ada kalimat bapak yang selalu kuingat “Apapun yang kita pilih, sudah dituliskan jalan takdirnya sama Allah. Misalnya lalat yang lewat ini, kalau bukan Allah yang menentukan dia lewat di depan kita, kita gak akan ketemu. Meski ada dua jalan persimpangan yang akan kita lewati, Allah sudah tau jalan mana yang akan kamu pilih nanti”