Blitar

Kota yang tidak pernah masuk dalam list kota yang akan aku kunjungi. Bagaimana tidak, aku yang lahir dan besar di Balikpapan, mempunya sebagian besar keluarga yang menetap di Kalimantan Timur.
Keluarga dari garis keturunan bapak, berada di Singkawang – Kalimantan Barat dan Banjarmasin – Kalimantan Selatan. Awal tahun lalu, aku dan ibu mengunjungi Banjarmasin. Bukan untuk mencari keluarga dari garis bapak, tapi napak tilasdari cerita-cerita bapak dulu.

Kami tidak berencana mencari keluarga di sana, karena sama sekali tidak tahu kabar keberadaaanya. Semua kakak bapak, sudah meninggal. Tak ada satupun yang masih berhubungan keluarga mereka dulu. Wajar, karena zaman dulu hanya mengandalkan surat sebagai sarana komunikasi mereka.

“Ayo, kita ke Blitar. Mama ke sana,” ajak suami awal bulan lalu.
“Hah! Mau ngapain ke sana” tanyaku.
“Jalan-jalan aja, kan belum pernah ke sana. Dulu kalau tugas di kota besar kan. Sekarang kita ke desa. Di sana masih banyak sawah lho. Gak ramai seperti di sini,” ujar suami menerangkan. Jujur saja, yang membuat aku dilema bukan karena kami akan dewasa. Tapi karena kamu akan memnginap di rumah keluarga yang tidak pernah aku kenal akrab. Menginap di rumah mama mertua saja, sudah cukup canggung. Bukan. Mertuaku orangnya asyik lho. Tapi sejak kecil aku memang tidak pernah dibiasakan untuk menginap di rumah orang lain.Aku hanya pernah menginap sekali di rumah embah saat malam lebaran. Di rumah embah sangat nyaman. Karena aku lahir dan tinggal di sana sampai usia 6 tahun. Hanya itu. Ditambah lagi, aku yang perlu waktu untuk beradaptasi.

Tapi suami meyakinkan kalau aku mampu melewatinya. Dan ibu, juga tampak bersemangat. Yang serupa denganku hanya Cinta. Setelah hampir 5 jam perjalanan dari kota Surabaya ke Blitar, tidak lama sampai rumah keluarga ia sudah mengajak pulang. Ha-ha.
Bagaimana dengan Rangga? Karena masih kecil, Rangga yang penting ada mama di sana. Dan lagi, ternyata di rumah keluarga ada kolam ikan yang sangat luas. Rangga sangat menyukainya.

Yang membuatku sedikit kerasan di sana, halaman rumah warga sekitar sangat besar. Rumah impianku banget. Ha-ha. Tidak jauh dari rumah mengalir sungai yang sangat jernih. Melihat air yang jernih seperti itu, rasanya ingin nyemplung dan berendam, Untung saja, Cinta dan Rangga tidak memintanya. Karena kami tidak melihat anak-anak yang berenang di sungai.

Kami tidak berkeliling di Blitar. Selain karena tidak ada kendaraan yang bisa mengangkut banyak orang, ternyata taksi online masih sangat sulit di dapat. Bahkan, saat kami menuju Batu, Malang suami harus mengendarai motor sejauh 7 km dulu baru mendapatkan driver taksi online. Alhamdulillah, drivernya yang tadinya ingin pulang beristirahat di kotanya, tidak keberatan mengantar kami keluar kota.

Berada di tempat baru memang menegangkan. Tapi juga menegangkan.

Tinggalkan komentar