“Ris, di mana buku Khalil Gibranku?” tanya mbak Ika suatu malam.
“Ada di box pojokan tuh. Maaf ya, raknya sudah gak muat buat buku-buku kita,” kataku kepada kakak keduaku.
Karya Khahlil Gibran adalah favoritnya. Aku membaca hanya karena penasaran. Dan karena di rumah ini ada mini perpustakaan, maka iapun tidak memboyong buku-buknya setelah menikah 13 tahun lalu.
“Nindy tuh di suruh bawa buat kelas literasi,” katanya tanpa kutanya.
Aku mengernyitkan dahi. “Gak salah bawa bukunya Khahlil Gibran buat literasinya dia di sekolah,” tanyaku.
“Terlalu berat ya,” tanya mbakku balik.
Lanjutkan membaca “Buku Untuk Nindy”