Scroll…….
Scroll…..
Scroll…
Siapa yang punya hobi scroll? Tos dulu yuk! Selain suka scrolling di media sosial, aku juga suka scrolling di galeri handphone. Ngapain? Ngeliatin foto-foto yang ada. Saking seringnya mengabadikan momen, aku selalu lupa untuk memilih foto-foto. Jadi jangan kaget kalau ada banyak foto di galeriku.
Memilih isi galeri, buatku sangat memakan waktu. Kayaknya harus fokus dan tidak boleh diganggu. Karena sekali diganggu, maka akan kembali menumpuk. He-he.
Nah, saat mengingat kenangan-kenangan yang sudah lewat, mataku tertuju pada satu foto. Foto suami sedang menggendong Rangga. Sebenarnya bukan pemandangan yang aneh, wajarkan seorang bapak menggendong anaknya.
Tapi kala itu, Rangga menangis dengan mata terpejam. Antara mengantuk tapi juga pengin nangis. Ku lihat penanda waktu foto itu. Pukul 03.30. Wow! Ternyata saat itu adalah waktu kami sedang menyapih Rangga. Buatku dan suami, menyapih adalah bagian terberat dari proses menyusui.
Perjalanan menyusuiku mungkin tidak banyak rintangan. Ada sih sesekali rintangan yang datang, tapi tidak pernah sampai badai. Selain karena Allah yang memberi kemudahan, aku bersyukur karena sejak sebelum menikah sudah mengajak suami untuk satu suara soal menyusui. Belajar tentang ilmu menyusui sebelum menikah itu sangat penting. Sekali belajar yang manfaatnya terasa hingga sekarang.
Keluar dari kelas Edukasi Menyusui AIMI Kaltim di tahun 2015, aku dan suami (saat itu masih pacar) bersepakat untuk bisa menyusui dengan penuh cinta. Apa itu susu formula? Apa itu ASInya gak ada? Apa itu ASInya gak ngenyangin? Semua mitos soal menyusui gak akan kami dengarkan. Pokoknya kami hanya percaya bahwa menyusui itu pasti bisa dilakukan. Titik tanpa koma.
Menurutku tantangan menyusui yang sering membuat ibu menyusui oleng adalah orang terdekat. Ibuku alhamdulillah tidak ikut campur soal menyusui. Karena aku dan mbakku menyusui hingga dua tahun.
Berbeda dengan suami yang hanya menyusu sampai usia 3 bulan. Dulu mama mertua biasa menyusui langsung diselingi dengan susu formula. Maka anjuran menambahkan susu formula agar bayinya kenyang pernah diutarakan. Aku kecewa? Tentu saja tidak. Kok bisa? Pertama karena mama mertua menyampaikannya dengan bahasa yang lembut. Bukan dengan nada tinggi. Kedua karena zaman kami berbeda. Di zaman dulu, orang tua kita terdoktrin bahwa susu formula adalah pendamping ASI. Ketiga karena suami menjadi garda terdepan. Saat mama mertua menyampaikan unek-uneknya, suamilah yang langsung merespon. Dengan begitu mama mertua juga tidak akan marah kepadaku. Kan anaknya sendiri yang menanggapi. Begitu pula saat aku menyusui Rangga dan Cinta bersamaan. Mungkin yang geleng-geleng banyak, tapi gak berani ngomong langsung. Ha-ha.
Proses menyapih Cinta dan Rangga sebenarnya tidak jauh berbeda. Kehadiran adik menjadi alasan yang paling kuat. “Antri dulu ya,” kataku pada Cinta saat itu. Saat malam hari, ketika terbangun mencari ASI, maka suami harus kembali bangun untuk menimang supaya kembali tidur.
Entah bagaimana saat menyapih Bunga nanti. Aku masih belum menemukan skenario yang pas. Menyapih dengan cinta masih jadi pondasi kami. Semoga Allah mudahkan proses menyapih nantinya. Sekarang aku harus menikmati momen menyusui. Meski kadang suka ngerasa capek juga, tujuh tahun tidak berhenti menyusui. >_<