Ampau Lebaran

Lebaran tampaknya memang identik dengan ampau THR. Sejak aku kecil, sudah jadi kebiasaan mbah, ibu, paman, tante, bude, pakde dan keluarga lain berbagi ampau. Tentu saja, mbah, ibu dan bapakku sudah mewanti-wanti. Dilarang meminta. Kalau ada yang memberi, alhamdulillah. Ucapkan terima kasih. Tapi kalau tidak dikasih atau terlewat, tidak boleh meminta. 

Hal itu juga yang selalu aku ingatkan ke Cinta, Rangga dan ketiga keponakanku. Semenjak menikah, akupun ikut melanjutkan kebiasaan itu. Meski tidak besar nominalnya, tapi buat seru-seruan dengan anak-anak. 

Nah, kalau sudah seperti ini biasanya di bank-bank akan ramai sekali penukaran uang. Tidak kebagian di bank, di jalan juga banyak yang menyediakan. Aku memilih untuk menghindari penukaran uang di jalan. Pertama karena masih minim ilmu. Penjelasan yang kuketahui juga masih terbagi menjadi dua. 

Maka atas saran sahabatku yang bekerja di bank juga, aku tidak perlu melakukan penukaran. Selain riweh karena harus bawa uang kertas, aku bisa memindahkan jumlah tabunganku dan mengambil penarikan tunai dengan pecahan tertentu. Jadi gak pakai tukar menukar kan. He-he. 

Belum lama ini, aku melihat salah satu komentar netizen. Ia memiliki trik soal uang baru untuk ampau lebaran. Setiap tahun, saat anak-anaknya mendapatkan uang baru, ia menukarnya dengan uang yang ia miliki. Terutama saat si anak berencana menggunakan uangnya untuk membeli sesuatu. Dan setiap bulan, saat ia tidak sengaja mendapatkan uang baru, maka uang itu akan ia simpan. Tentu saja untuk ampau di lebaran selanjutnya. Trik ini sudah ia lakukan bertahun-tahun. Jadi ia tidak pernah merasa kerepotan mencari uang baru. 

Jika si netizen menggunakan uang baru lebaran tahun sebelumnya, aku melakukan hal yang serupa. tapi kali ini bukan pada uangnya. Tapi pada amplop ampaunya. Bahkan, aku masih memiliki amplop ampau saat Cinta berusia 1 tahun.

”Ih, kenapa gak beli?” Tanya ibuku suatu hari. 

“Masih bagus bu. Masih mulus nih. Yang tau ini amplop lama kan cuma Riska,ibu dan Allah,” jawabku. 

Dan di tahun ini aku kembali berpesan pada Cinta untuk membuka amplop dengan hati-hati, agar amplopnya nanti bisa kita recycle lagi. 

“Mah, kenapa mama gak bikin amplop sendiri. Semua bahan ada. Mamah bia gambar sendirim,” kata Cinta memberi ide. 

“Niatnya masih belum bulat kak. Yang penting mamah sudah siapin isinya jauh-jauh hari. Ho-ho,” kataku. 

Tinggalkan komentar