Ada banyak sekali manfaat aktivitas fisik untuk anak. Selain untuk perkembangan tubuhnya, anak yang puas beraktivitas fisik tidurnya juga akan lebih nyenyak.
Karena itu aku sangat suka jika anak-anak banyak bermain di luar rumah seperti kejar-kejaran, bermain sepeda atau atau bermain yang lain. Sayangnya kondisi rumahku yang menjadi lalu lalang kendaraan bermotor membuatku banyak melarang anak-anak bermain di luar rumah. Bertahun-tahun memiliki sepeda, Cinta belum bisa juga mengayuh sepeda tanpa bantuan roda tambahan.

Padahal sepeda banyak sekali membantu anak belajar menyeimbangkan tubuhnya. Emang penting belajar keseimbangan? Penting dong! Kan anak butuh keseimbangan saat berjalan, berlari, melompat, memanjat, atau aktivita lainya. Selain itu bersepeda juga melatih konsentrasi, motorik, arah dan kemandirian anak.
Hari ini setelah janjian dengan dua keponakanku, aku kembali mengajak Cinta belajar bersepeda. Awalnya ia tidak terlalu bersemangat. Ia hanya ingin jalan-jalan dan bertemu dengan kakak-kakaknya saja. Tapi aku memaksa untuk membawa sepeda.
“Kalau gak belajar, kapan bisanya kak!” kataku pada Cinta. Apalagi sepupu Cinta juga sudah lihai bersepeda. Makin semangatlah aku memaksa Cinta untuk belajar. Ngebandingin nih!
“Pokoknya Cinta gak mau kalau yang ajarin papah. Cinta mau belajar sama mamah!” jawab Cinta.
“Lho, kenapa?” Aku mempertanyakan permintaanya.
“Soalnya papah kalau ngajarin marah-marah,” jawabnya lagi. Aku mencoba menahan tawa. Padahal aku tahu benar kalau papahnya tidak marah sama sekali. Memang saat terakhir mengajari Cinta, nada suara papahnya memang agak tinggi. Bukan marah. Papahnya memberikan semangat supaya lebih fokus saat mengayuh sepeda.
“Bukannya mamah kalau marah lebih mengerikan dan lebih sering,” tanyaku lagi.
“Iya, tapi beda. Kalau mama marah ya udah. Habis itu baik lagi. Kalau papah beda pokoknya,” alasannya.
Soal kesabaran, sebenarnya papahnya jauh lebih sabar. Tidak mudah terpacu emosi marah. Tapi kalau soal mengajari anak-anak, ternyata aku jauh lebih sabar. Agak jumawa. Kayaknya sih emang bakat dasarnya emak-emak, telaten mengajari anak-anaknya walau kadang omelannya juga ikut-ikutan.
Sore tadi, aku berharap besar Cinta menunjukan perkembangan yang lebih cepat dari latihan sebelumnya. Namun aku juga tidak berharap banyak. Ya kalau hari ini banyak jedanya, ya udahlah. AKu gak boleh patah semangat untuk membawa dia bermain sepeda di lapangan.
Tinggi Cinta yang sudah bertambah beberapa centimeter membuat kakinya langsung bisa berpijak ke tanah. Berbeda dengan sebelumnya yang membuat dia harus jinjit dulu, jadi lebih ketakutan.
“Nah, kaki CInta sudah sampai tanah nih. Jadi kalau Cinta merasa ingin jatuh, gak usah takut lagi. langsung turunkan saja kakinya,” aku mencoba memberi penjelasan.
Percobaan pertama, aku memegangi kursi belakangnya. Cinta langsung mengayuh sampai beberapa meter. Ia awalnya tidak sadar kalau pegangan sudah aku lepas. Sampai aku berteriak horeeee, dia baru menyadarinya. Setelah itu, ia jauh lebih percaya diri. Di percobaan kelima, ia pun berhasil mengayuh sendiri sejak awal tanpa harus kupegangi dulu.
Huaaaaaaaaa, bahagia sekali mamahnya! Akhirnya yang mamahnya harapkan bisa menjadi kenyataan. Cintapun menjadi kecanduan bermain sepeda. Saat perjalanan pulang, ia menagih untuk bermain sepeda lagi besok.
PR selanjutnya adalah mengajari adiknya. Siapa tau mamahnya bakalan dapat sepeda baru juga. Huehehehhe