Kalau sudah menjadi istri dan ibu, pasti ada yang berubah. Tidak bisa seperti dulu saat masih sendiri. Mungkin bagi sebagian orang itu adalah sebuah pengorbanan. Dulu aku juga merasa seperti itu. Yang aku lakukan buat anak-anak adalah salah satu pengorbananku sebagai seorang perempuan.
Aku yang suka membaca, memutuskan untuk berhenti membaca novel. Padahal novel adalah salah satu alasan aku tertarik membaca. Aku merasa bahwa membaca buku anak-anak jauh lebih penting. Mengisi waktu membaca buku dengan anak jauh lebih baik daripada aku menghabiskan waktu membaca untuk diri sendiri.
Hampir lima tahun aku membiarkan diriku tidak lepas dari dahaga membaca. Membaca buku bersama anak-anak memang menyenangkan. Tapi rasanya tidak mengenyangkan untuk diri sendiri. Waktu dengan anak-anak memang terpenuhi. Tapi aku juga bosan jika harus membaca buku yang sama berulang-ulang. Meski pindah ke buku yang lain, anak-anak punya buku favorit yang ingin dibaca. Bahkan aku sampai hafal setiap kata yang dituliskan bukunya. Ha-ha.
Hingga suatu hari, aku mulai menyadari. Bagaimana bisa anak-anak tertarik dengan membaca jika aku tidak mencontohkan lebih sering.
Di tahun 2021 aku mulai kembali membeli novel untuk bacaanku sendiri. Saat berhasil menuntaskan satu buku novel, rasanya bahagia sekali. Aku seperti kembali menemukan diriku yang sudah lama hilang. Rasanya kemarin-kemarin seperti tersesat di jalan yang ramai.
Berhasil menyelesaikan satu buku, bukan berarti aku bisa melanjutkan ke buku yang lain. Anak-anak juga penasaran dengan yang aku baca. Sehingga kekhusukan membaca sulit sekali dipenuhi.
Di tahun 2023 aku memutuskan untuk membeli e-reader. Meski sensasi membalik dan aroma kertas tidak bisa aku rasakan, aku bisa membaca beberapa novel secara berkesinambungan. Alhamdulillah banyak buku-buku yang bisa aku dapatkan melalui Playstore. Buku-buku digital mudah sekali ditemukan bajakannya. Makanya aku memilih mencari di playstore atau Gramedia Digital sebagai tempat mencari novel.
Jika sebelumnya aku memutuskan untuk berlangganan keanggotaan, dua bulan ini aku memilih membeli buku tersebut. Kalau berlangganan, saat lupa memperpanjang keanggotaan, buku-buku yang sebelumnya dibaca akan hilang. Berbeda jika kita membelinya. Seperti halnya buku fisik, dengan membeli buku digital tentu akan lebih memuaskan.
Apakah masih membeli buku fisik? Tentu saja, tapi jumlahnya sedikit dibandingkan dengan buku digital yang ku beli.
Memang buku fisik jauh lebih menyenangkan. Tapi untuk memenuhi hasrat membaca, e-reader sangat membantu. Aku bisa membaca kapan saja dan di mana saja. Apalagi saat membaca buku digital pertama kali dengan e-reader, dalam sebulan aku bisa menyelesaikan lebih dari 5 judul novel. Tentu saja si penulis juga memegang peran penting yang membuatku penasaran dengan cerita-ceritanya.
Lalu bagaimana dengan anak-anak? Apakah juga tertarik membaca dengan e-reader. Saat ini Cintalah yang sudah bisa membaca dengan lancar. Ia juga sangat sering meminjam e-reader untuk membaca buku dongeng atau buku anak lainnya.
“Mah, kira-kira kalau di sekolah disuruh bawa buku untuk literasi. Boleh bawa onyx gak ya?” tanyanya suatu hari.
“Wah, mamah gak tau. Cinta harus tanya sama wali kelas. Kalau di sekolah Cinta kan ketika literasi, bukunya dibawa pulang lagi. Sedangkan di sekolah abang, bukunya harus ditaruh di perpustakaan kelas,” jawabku.
Aku merasa wali kelas Cinta tidak akan mengizinkan. Khawatir e-reader yang digunakan dikira tablet untuk bermain seperti tablet biasanya.