Pedagang yang Disukai

Apa sih yang harus dimiliki para pedagang? Opini kali ini, tentu saja dari sudut pandang pembelinya. Rezeki sudah diatur oleh Allah SWT, itu pasti. Kita hanya perlu berusaha dan berusaha dan berdoa. 

Sebagai seorang pembeli, sebisa mungkin aku berusaha menempatkan diri sebaik mungkin. Tidak berlaku seenaknya. Buatku para penjual ini adalah penolong. Aku tidak bisa mengerjakan atau membuat sesuatu sendiri, maka serahkanlah pada mereka yang sudah ahli. Ha-ha. 

Pernah ingat nama restoran Karen’s Diner? Konsep restoran yang para stafnya dituntut untuk berbicara dengan nada tinggi ke pengunjungnya. Waktu awal mengetahui konsep restoran Karen’s Dinner di luar negeri, aku termasuk orang yang tidak bisa menerima konsep restoran seperti itu. 

Penjual atau staf yang ramah adalah salah satu alasan aku bisa kembali dan kembali ke sebuah gerai. Jika penjual bersikap jutek dan acuh tak acuh, aku memilih mundur teratur. 

Tidak jauh dari rumah, ada sebuah toko atk yang juga melayani fotocopy. Sejak dulu penjualnya selalu judes, tidak pernah ramah sama sekali. Ditambah template wajah yang jutek membuat rasanya makin tidak nyaman. Suatu hari aku mau fotocopy sebuah berkas. Saat datang si ibu sedang sibuk fotocopy. Sebagai pembeli aku memutuskan untuk menunggu. Khawatir si ibu terdistraksi keperluanku. Lima menit pertama aku biarkan, tapi begitu sampai di waktu tunggu sepuluh menit aku mulai menegur. “Bu, saya mau fotocopy.” Aku memutuskan menegur karena tidak ada sapaan atau kalimat memintaku untuk menunggu. Padahal saat itu aku membawa Cinta yang masih kecil dan cukup cerewet. 

Begitu kutegur, si ibu langsung menjawab dengan ketus. “Iya sebentar. Masih ngerjain ini,” jawab si ibu. Saat itu di ibu sedang menyusun fotocopy buku yang sekalian dijilid. Menurutku harusnya si ibu bisa menunda pekerjaan itu. Aku hanya fotocopy 2 lembar saja. Dan si pemilik buku tidak sedang menunggu. Dan kalau aku yang disuruh menunggu pasti akan jauh lebih lama, karena kertas yang harus dia susun lumayan banyak. 

Tidak lama datanglah seorang bapak. Beliau langsung menegur si ibu. Harapannya tentu saja langsung dikerjakan. Sayangnya jawaban untuk si bapak, sama dengan jawaban yang dilontarkan untukku. Si bapak memutuskan untuk menunggu. Aku melakukan hal yang sama, kembali menunggu. Tapi lima menit tidak berubah sama sekali, aku memutuskan untuk pergi. Si bapak bingung melihatku yang beranjak pergi. 

“Saya sudah lima belas menit disuruh nunggu pak, he-he,” kataku ke si bapak dengan suara nyaring. Harapannya tentu saja biar didengar si ibu. Begitu mendengar perkataanku si ibu langsung menjawab lagi-lagi dengan ketus “Ini sebentar lagi selesai,” 

Sayangnya aku tetap memilih untuk pergi. Kesabaran menunggu sudah habis. Ternyata kepergianku diikuti si bapak. Saat di sebelahku si bapak berkata “Di sini memang gitu mbak. Malah kita yang harus sabar,” 

Sejak saat itu aku tidak pernah lagi menginjakan kaki di toko ATK tersebut. Tentu saja Allah sudah menyiapkan rezeki untuk pemilik toko. Tidak perlu risau kehilangan 1 pelanggan sepertiku. Aku lebih memilih ke tempat lain, yang mungkin sedikit lebih jauh tapi ramah dan menghargai pembelinya. 

Lucunya suami pernah memutuskan fotocopy di tempat itu. Saat kembali ke mobil suami berkata “Itu yang fotocopy ada masalah apa ya. Ketus banget ke pembelinya. Gak cuma kakak lho, itu orang-orang di dalam dijutekin,” kata suami. 

“Makanya ade gk mau balik lagi. Takut sakit hati,” jawabku. 

“Dari dulu kayak gitu memang orangnya. Dari zaman riska kecil sampe punya anak,” tambah ibuku. 

Bertemu penjual seperti itu tentu saja bisa dihitung jari. Aku malah lebih banyak bertemu penjual yang baik hati dan ramah. Sampai-sampai malah aku yang tidak enak, karena dibaikin oleh penjual. 

Tinggalkan komentar