Pengalaman (Yang Mungkin) Menyeramkan

“Mah, kenapa sih mama carikan Cinta sekolah yang dekat kuburan. Kan serem?” kata Cinta suatu pagi.

“Dekat? Masa sih? Perasaan mama jauh deh. Lagi pula, kita bisa gk lewat kuburan kok,” jawabku.

“Iya mah, tapi tetap aja seram, karena Cinta lihat,” kata Cinta lagi.

“Eh, tapi kan rumah kita juga dekat kuburan. Malah lebih dekat lagi dari pada sekolah kita,” kataku mengingatkan.

“Iya tapi gak keliatan ma. Kalau sekolah beda,” Cinta masih bersikeras.

“Kan sekolah juga gak keliatan,” kataku lagi.

“Pokoknya beda. Cinta gak paham kenapa mama suka banget sama daerah sekolah Cinta. Dekat kuburan, dikelilingi hutan, sepi, kalau berangkat sekolah pagi udaranya dingin. Mana kadang masih ada kabutnya,” cerocosnya.

Lanjutkan membaca “Pengalaman (Yang Mungkin) Menyeramkan”

Penggunaan Bahasa Sehari-Hari

Sebagai orang yang besar dan lahir di Balikpapan, aku termasuk orang yang hanya bisa bahasa Indonesia. Padahal, sejak sekolah teman-temanku banyak yang berasal dari suku jawa, madura, bugis dan banjar. Suku-suku yang memang mudah ditemui di kota minyak ini. 

Namun, kebanyakan teman-teman sekolahkupun menggunakan bahasa Indonesia. Yang masih kental berbahasa daerah, hanya orang tua mereka. Teman-temankupun, akan berbahasa daerah, saat diajak ngobrol orang tuanya.

Lanjutkan membaca “Penggunaan Bahasa Sehari-Hari”