Flashback Setahun Lalu

Masih menikmati suasanadi rumah aja atau sudah mulai beradaptasi dengan normal baru? Keluargaku sudah mulai beradaptasi dengan kebiasaan normal baru. Namun, karena sejak zaman penjajahan Belanda aku memang cukup kesulitan dengan berada di keramaian. Maka, jika mengunjungi suatu tempat dan terlalu ramai, pindah haluan akan jadi pilihan.

Semalam, tiba-tiba ibu mengingatkan kejadian setahun lalu. Saat tingkat pasien covid-19 di Balikpapan cukup tinggi. “Inget gak, setahun lalu itu kita beruntutan sakit dan kamu kehilangan indera penciuman,” kata ibu.

Lanjutkan membaca “Flashback Setahun Lalu”

Bapak : Membangun Ikatan

“Ayo Ris, tidur. Udah malam. Besok kita habis subuh mau jalan lho,” kata bapak.

“Kemana?” tanyaku. Akupun mengalihkan pandanganku ke bapak.

“Jalan-jalan,” jawab bapak singkat.

“Aha. Pasti besok bapak libur,” batinku.

Lanjutkan membaca “Bapak : Membangun Ikatan”

Menulis Itu Menyenangkan

Delapan tahun lalu , saat keinginan resign memuncak aku tak punya rencana apa-apa di masa berikutnya. Yang aku pikirkan, saat itu hanya menjernihkan pikiran. 4 tahun bekerja tanpa cuti. Beneran gak cuti? Cuti sih. Tapi masa cuti aku pakai untuk mengerjakan pekerjaan lain. Workaholic sekali ya. Sayangnya, semangat bekerja itu tidak sepadan dengan hasilnya. Ha-ha. Terlalu baik pada seseorang yang tidak baik itu juga tidak baik. *Eh apa sih*

Lanjutkan membaca “Menulis Itu Menyenangkan”

Dua Puluh Ribu Kata Perempuan

Kita sudah pernah mendengar kan, kalau perempuan perlu mengeluarkan duapuluh ribu kata dalam sehari. Jauh berbeda dengan laki-laki yang hanya tujuh ribu kata. Alhamdulillah, saya punya wadah untuk menyalurkannya. Jadi, tidak perlu ada emosi yang tertahan karena duapuluh ribu katanya tidak tersalurkan.

Lanjutkan membaca “Dua Puluh Ribu Kata Perempuan”

Bapak : Awal Perjalanan

Jakarta 2014

“Dokternya belum datang juga ya?” kata bapak sambil menahan sakit.

“Belum pak,” jawab ibu sambil memikat kaki bapak.

Aku hanya duduk diam sambil menyentuh layar gawai, tanpa melakukan hal yang berarti. Sudah lebig satu bulan kami bertiga pindah tidur di Rumah Sakit milik perusahaan tempat bapak bekerja. Dokter tidak melakukan banyak tindakan seperti yang kami bayangkan. Tentu saja, mereka punya penilaian dan ilmu sendiri untuk menghadapi kondisi bapak. Bapak jatuh dengan kondisi leher yang patah.

***

Lanjutkan membaca “Bapak : Awal Perjalanan”

Mengontrol Penerimaan Media Sosial

Seberapa sering kita ikut bahagia saat melihat postingan teman di sosial media. Tentang apa saja. Entah masakannya, liburannya, apa yang dibeli, anak-anak atau apapun mengenai aktivitasnya sehari-hari. Pamer? Tentu saja tidak. Mereka hanya sedang berbagi kebahagiaan yang mereka rasakan.

Tak jarang kita malah mendapatkan banyak manfaat dari apa yang mereka bagi. Misalnya tempat liburan baru yang cocok untuk menghabiskan waku bersama anak. Atau hadiah-hadiah yang bisa kita berikan pada orang tersayang.

Lanjutkan membaca “Mengontrol Penerimaan Media Sosial”

Aku dan Secangkir Kopi di Pagi Hari

Ada banyak hal yang ingin kulakukan sejak mataku terbuka di pagi hari. Rasanya 24 jam ingin kulakukan semua yang kumau. Atau begitu juga hari-hari setelahnya. Namun kusadari, menjadi ibu bukan hanya untuk diriku sendiri. Tidak. Aku tidak merasa menjadi ibu adalah sebuah beban yang amat sangat berat. Memang menjadi ibu tidak mudah. Tapi bukan berarti aku tidak bahagia. Menjadi ibu artinya aku belajar menjadi manager keluarga. Yang mengatur semua kebutuhan anggota keluargaku.

Lanjutkan membaca “Aku dan Secangkir Kopi di Pagi Hari”

Jodoh Tak Bisa Dipaksakan Bagian 1

Awan mendung yang menggantung di langit Balikpapan, tampaknya membuat hatiku makin tak tenang. Rasanya ingin lari menjauh dari rutinitas sejenak. Mungkin aku lelah. Atau aku dilema karena percakapan semalam?

“Nanti, kalau kita nikah kamu berhenti kerja aja ya,” kata Adi, lelaki yang beberapa tahun ini berstatus sebagai pacarku.

Aku, Lila Kamila seorang mahasiswa tingkat akhir yang baru saja diterima bekerja di Bank miliki pemerintah daerah. Adi pacarku, juga bekerja di sebuah perushaan milik pemerintah.

Lanjutkan membaca “Jodoh Tak Bisa Dipaksakan Bagian 1”

Insecure Bikin Susah Move On

Matahari yang lagi terik-teriknya, tampaknya membuat percakapanku dengan Kak Dani ikut memanas. Angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahku, sedikit meringankan kegerahan hari ini.

“Harusnya tuh gk gini. Masa bikin berita kayak gitu sih. Kenapa gak coba liput soal ini aja?” kataku sambil menyeruput es jeruk.

Lanjutkan membaca “Insecure Bikin Susah Move On”

Jodoh Pasti Bertemu

Semua pada sepakat sama kalimat itu kan? Pasti dong. Sampai sekarang aku masih ingat kalimat bapak. “Jodoh itu pasti bertemu. Mau jalannya beda, pasti nanti ketemu. Gak cuma soal suami. Tapi juga teman dan apapun. Kayak ada lalat lewat ini, kalau Allah gk menuliskan dia lewat depan bapak, gk mungkin dia lewat. Dan semua itu, pasti ada hikmahnya yang bisa dijadikan perlajaran,” kata bapak kala itu. Aku lupa, percakapan apa yang kami bicarakan saat itu. Yang pasti bukan soal pernikahan. Karena saat itu aku masih kuliah dan baru mulai bekerja. Namun kalimat jodoh pasti bertemu itu yang selalu terngiang.

Lanjutkan membaca “Jodoh Pasti Bertemu”