Review Buku : Mendidik Karakter dengan Karakter – Ida S. Widayanti

Karakter bisa dibentuk sejak dini, dan karakterlah yang menentukan kesuksesan anak di masa mendatang.

 
Kapan kah waktu yang tepat untuk menentukan kesuksesan dan keberhasilan seseorang? Jawabnya adalah saat masih usia dini. Benarkah? Menurut beberapa penelitian, pada usia dini 0-6 tahun, otak berkembang sangat cepat hingga 80 persen.

Pada usia tersebut otak menerima dan menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat baik dan buruk. Itulah masa-masa yang dimana perkembangan fisik, mental maupun spiritual anak akan mulai terbentuk. Karena itu, banyak yang menyebut masa tersebut sebagai masa-masa emas anak (golden age).

Jadi ada baiknya kita sebagai orangtua, memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan pendidikan karakter yang baik bagi anak. Sehingga anak bisa meraih keberhasilan dan kesuksesan dalam kehidupannya di masa mendatang. Kita sebagai orangtua kerap tidak sadar, sikap kita pada anak justru akan menjatuhkannya. Misalnya membentak, yang pada akhirnya menjadikan anak bersikap negatif, rendah diri atau minder, penakut dan tidak berani mengambil resiko, yang pada akhirnya karakter-karakter tersebut akan dibawanya sampai ia dewasa. Ketika dewasa karakter semacam itu akan menjadi penghambat baginya dalam meraih dan mewujudkan keinginannya.

Selain itu karakter tidak sepenuhnya bawaan sejak lahir. Karakter semacam itu bisa dibentuk. Dan pada saat anak berusia dini-lah terbentuk karakter-karakter itu. Karakter anak akan terbentuk dari hasil belajar dan menyerap dari perilaku kita sebagai orangtua dan dari lingkungan sekitarnya. Pada usia ini perkembang mental berlangsung sangat cepat. Pada usia itu pula anak menjadi sangat sensitif dan peka mempelajari dan berlatih sesuatu yang dilihatnya, dirasakannya dan didengarkannya dari lingkungannya. Oleh karena itu, lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang positif dan sukses.

Banyak cerita inspiratif yang bisa ditemukan pada buku Catatan Parenting 3 : Mendidik Karakter dengan Karakter. Buku yang ditulis Ida S. Widayanti ini, merupakan buku ketiga dari Catatan Parenting 1: Belajar Bahagia, Bahagia Belajar dan Catatan Parenting 2: Bahagia Mendidik, Mendidik Bahagia. Buku ini memberikan pencerahan bagi orangtua maupun guru tentang pentingnya pendidikan karakter anak-anak dan bagaimana melakukannya. Tidak hanya menyuguhkan cerita yang mengggugah, buku ini juga menampilkan tips-tips membangun kemandirian, membangun kedisiplinan, nyaman dengan aturan, berbicara makna, menyelesaikan konflik, bahasa yang santun dan lain-lain.

Seperti buku sebelumnya, cerita-cerita yang dihadirkan dibagi dalam beberapa bab. Bab pertama menceritakan tentang dasyatnya masa kecil. Bab kedua menceritakan tentang kepercayaan anak pada apapun yang orangtuanya katakan. Bab ketiga menceritakan tentang mandiri sejak kecil. dan Bab keempat menceritakan prinsip pengasuhan.

Kisah sang bintang Michael Jackson, menjadi pembukan pada bab pertama. Bab yang menceritakan tentang kedasyatan masa kecil ini mengingatkan kita, pembaca-orangtua, sukses dan gagalnya seseorang dipengaruhi oleh pengalaman dan pendidikannya di masa kecil. Kisah dari tokoh-tokoh terkenal yang sukses diceritakan pada bab ini.

Pada bab kedua, dituliskan bahwa anak-anak percaya pada apapun yang dikatakan orangtuanya. Karena sejak awal kelahiran anak akan banyak belajar menggunakan seluruh indranya. Anak akan mengamati, meraba seluruh permukaan benda yang dipegangnya, dipukul-pukul untuk mendengar suaranya, mencium baunya, bahkan benda tersebut dijilat untuk mengetahui rasanya. Tidak perduli apapun jenis benda yang sedang ia pegang. Itulah proses pendidikan, yang seharusnya membahagiakan. Baik untuk anak ataupun orangtuanya. Kegiatan belajar-mengajar yang tidak menyenangkanlah menjadi pemicu stres. Padahal riset membuktikan, jika dalam keadaan stres otak tidak dapat bekerja dengan optimal. Pada bab ini, kita diceritakan tentang pentingnya memaknai apapun yang kita ucapkan pada anak-anak. Karena lewat kata-kata orangtuanya, anak-anak akan membangunpengertian, memahami diri dan menambah pengetahuan.

Pada bab ketiga, ditekankan cerita mengenai mandiri sejak dini. Di mana kerap para orangtua mengkhawatirkan nilai-nilai akademis anaknya, namun melupakan pembangunan potensial lainnya seperti kemandirian yang berada pada ranah afeksi. Bukankan kesuksesan anak bukan saja pada memahami isi materi pelajaran. Namun juga bagaimana cara anak mendapatkan materi. Tidak hanya dalam hal belajar, dalam kegiatan sehari-hari banyak orangtua yang sangat terampil  membantu anaknya dalam melakukan banyak hal. Padahal, mendidik kemandirian anak sejak dini, sangat penting. Karena kemandirian yang mendukung anak dalam belajar dan meraih kesuksesan.

Pad bab terakhir, menceritakan tentang prinsip pengasuhan yang menjadi kunci keberhasilan seseorang. Pada salah satu kisah ada seorang anak yang kerap bersikap dan berkata kasar. Sang ibu pun dipanggil ke sekolah karena tingkah laku anaknya. Tak hanya itu, tetangganya melaporkan hal serupa. Setelah berdiskusi dengan sang suami, si ibu mengajak anaknya berdialog. Dari situ terlihat bahwa bicara dan tingkah laku yang kasar di dapat dari lingkungan sekitarnya. Si anak juga meminta ibunya untuk tidak menggunakan jasa pembantu rumah tangga lagi. Karena kata-kata kasar juga didapat dari pembantunya. Keluarga tersebut pun berniat melakukan perubahan. Tidak mudah memang, namun seiring berjalannya waktu si anak bersikap lebih baik, tidak berkata kasar, lebih bertanggung jawb dan lebih empati pada orangtuanya. Dan si ibu pun menyadari, kalau perubahan pada anaknya terjadi karena ia mulai merubah diri sendiri.

Lewat buku ini, kita sebagai orangtua diajak untuk memahami dunia anak-anak. Ya, memahami dunia anak-anak sebenarnya menyenangkan, bahkan bisa mengubah karakter negatif orangtua menjadi lebih positif.

Judul         : Mendidik Karakter dengan Karakter

Penulis      : Ida S. WIdayanti

Penerbit    : Arga Tilanta

Terbit         : Cetakan 1, Februari 2012

Cetakan 2, September 2012

Cetakan 3, Desember 2012

Cetakan 4, Juli 2013

Tinggalkan komentar