Cinta adalah Perjuangan 

“Adalah Cinta yang mengubah jalannya waktu” – Rangga, Mini Seri Ada Apa dengan Cinta. 

Ya, cintalah yang menyatukan dan mampu mengubah segalanya. Jarak dan waktu akan takluk pada dia yang bernama Cinta. Tapi ini bukanlah kisah Dian Satro dan Nicholas Saputra.

Ini adalah birth (long) story, saya Suami dan Cinta

Memiliki dua orang kakak perempuan, yang sudah melewati persalinan tentu memberikan intervensi pada saya, adik paling kecil. Tak hanya itu, melahirkan selalu identik dengan rasa sakit. Itulah yang kerap saya dengar dari banyak teman. Sakit? Boleh jadi. Tapi yang sering kita lupa adalah tiap orang punya tingkat rasa sakit yang berbeda. Buat si A sakit. Belum tentu untuk si B atau C bahkan D.

Saat masih mengenakan seragam putih abu-abu, saya pernah menonton sebuah film (yang sampai sekarang saya tidak tahu apa judulnya 😅). Dalam film tersebut, ada satu adegan yang menggambarkan proses persalinan dua orang perempuan. Proses persalinan yang sangat bertolak belakang. Perempuan A, seperti proses persalinan yang banyak saya dengar (dulu), datang ke Rumah Sakit dengan panik, berteriak kesakitan dan emosional. Bahkan, belum apa-apa dia sudah mengibarkan bendera putih untuk melewati proses persalinan normal. Dokter, tidak serta merta mengiyakan. Ia meminta si perempuan A untuk tetap tenang sambil menunggu pembukaan lengkap. Ketika dokter bertanya, dari skala 1-10, ada di nomer berapakah rasa sakit yang ia rasakan. “Apa tidak ada angka 11?” Jawab perempuan A sambil meringis kesakitan. Di saat yang sama, datanglah perempuan B dengan kondisi yang jauh berbeda. Perempuan B datang dengan dandanan maksimal (mungkin banyak yang nyinyir, termasuk saya dulu “masa iya mau lahiran cantik gitu 😝”). Dari cara berjalannya, ia bak peragawati. Tak terlihat sama sekali kalau ia sedang menikmati gelombang cinta. Dokter menanyakan hal yang sama seperti perempuan A, ada di skala berapakah rasa sakit yang ia rasakan. “Err.. Apa tidak ada angka 0?” Jawab perempuan B sambil tersenyum lebar. Dokter kebingungan dan memutuskan untuk melakukan pemeriksaan. Begitu diperiksa, dokter sangat terkejut karena ternyata perempuan B sudah siap bersalin. Bukaan sudah lengkap. Dokter pun memintanya untuk siap-siap mengejan. Tiba-tiba, perempuan B mengangkat tangannya dan mengatakan “Sebentar, saya mau bersin,”. Namun siapa sangka, pada saat bersin bayi ikut meluncur dengan lancar. Dan bersin terjadi kembali, bayi kedua pun lahir. Perempuan B ternyata hamil anak kembar. Bagaimana dengan perempuan A? Ia juga berhasil melewati persalinan dengan normal. Hanya saja, ada drama yang mengikuti proses persalinannya. Dulu, saat menonton film itu, saya (dan mungkin orang lain) akan bilang itu film banget. Gak masuk akal. Ya saat itu, saya memang belum tahu apakah itu mungkin terjadi di kehidupan nyata.

Tapi dari film itulah, saya bertekad untuk bisa melewati proses persalinan dengan nyaman dan tersenyum bahagia. Tak hanya itu, orang pertama yang ingin saya selamatkan dari trauma adalah suami saya sendiri. Keinginan kami untuk punya anak lebih dari satu, tentu harus dengan persiapan. Dialah orang yang akan menjadi pendamping saat persalinan. Kenapa bukan saya? Entahlah. Saya pikir dukungan pertama yang paling saya butuhkan adalah dari dia. Jika ia mendukung, maka saya dan anak(-anak) kami nantinya akan mampu meminimalkan trauma dan intervensi yang kerap membayangi. Maka jangan heran ketika sejak berstatus sebagai pacar, suami saya ajak mengikuti banyak kegiatan dan Kelas EdukASI AIMI Kaltim.

Berkeinganan melahirkan dengan gentle, tentu tidak cukup jika hanya niat. Saya harus belajar dan mempersiapkan segalanya. Alhamdulillah Masya Allah  saya, berjodoh dengan kelas Hypnobirthihg yang diadakan Griya Bunda Sehat. Dari sana, tak hanya ilmu saya juga dikenalkan pada komunitas Gentlebirth Balikpapan. Sekumpulan para ibu yang menebarkan virus gentlebirth, melahirkan nyaman, minim trauma, dan penuh cinta.


Setelah mengikuti kelas hypnobirthing di usia kehamilan yang relatif muda, saya mendapatkan “tantangan” untuk bisa lebih tekun menjalani proses kehamilan.

PR saya boleh jadi lebih banyak dari yang lain. Awalnya saya rajin untuk check list. Namun lambat laun saya malah sengaja tidak mengisi kolom-kolom PR. (Please jangan ditiru ya ibu-ibu). Saya ingin memantapkan hati, kalau saya mengerjakan PR-PR tersebut karena ingin melewati persalinan yang penuh persiapan. Bukan karena takut pada bunda Neny atau Umi Endah 😆😆😆. *Padahal keduanya tidak pernah sibuk tanya-tanya, saya aja yang ke geeran**.

Yoga di GBS pun saya ikuti setiap Sabtu dan Minggu (kadang hanya sekali seminggu). Saya sengaja datang ke GBS hanya menggunakan motor. Di mana banyak orang yang selalu melarang ibu hamil menggunakan motor. Bukan tanpa alasan. Saya sengaja naik motor biar cepat sampai. Rumah saya di Barat dan GBS di Timur cukup memakan waktu, jika saya harus naik mobil.


Dari Mana Datangnya Cinta? 

Saya baru mengetahui jenis kelamin bayi dalam kandungan di usia kehamilan 24 minggu. Ketika mengetahui jenis kelaminnya perempuan, reaksi pertama saya adalah “Kita panggil apa dia, cinta?” tanya saya pada suami. Tanpa ragu, suami segera menjawab. “Cinta. Karena mamah dan papahnya selalu saling memanggil dengan kata Cinta. Kita panggil saja dia Cinta.” Norak? Lebai? Biar sajalah. Hahahah

Ketika Cinta Memberikan Tandanya 

Memasuki awal bulan Desember, perasaaan galau mulai saya rasakan. Bagaimana tidak, beberapa teman yang HPLnya tidak jauh dari saya sudah bertemu dengan buah hatinya. Lalu giliran saya kapan? Belum lagi ibu dan bapak saya yang rajin bertanya kapan prediksi, sudah merasa ada tanda-tanda atau belum, dan lain sebagainya. Afirmasi saya sejak awal adalah melahirkan tepat di usia 40 minggu. Eh tiba-tiba berubah. Lahirlah cinta, kapanpun kamu siap. Mamah, papah dan semua keluarga sudah menunggumu dengan suka cita.

Berbeda dengan mamahnya yang gampang galau, ternyata cinta tetap pada pendiriannya. Ia sudah berjanji dengan Allah. Dan hanya Allah dan Cintalah yang tau kapan waktu yang tepat.

Di usia kehamilan 38 minggu, saya berniat melakukan pemeriksaan kehamilan dengan dokter yang terakhir. Kenapa? Untuk menghindari intervensi yang belum perlu. Pemeriksaan dokter, alhamdulillah aman. Dokter pun berpesan untuk lebih sering memancing induksi alami dan meminta saya mengurangi makanan manis. Berat badan janin diperkirakan sudah lebih 3 kg. Maksudnya biar bayi tidak terlalu besar.
Dua minggu mendekati HPL, hanya kontraksi palsu yang saya rasakan. Galau dong pastinya 😹😹. Di tanggal 16 Desember saya mulai mendapatkan tanda lendir coklat. Bahagia pastinya. Tapi hanya sedikit sekali. Gelombang cinta juga belum rapat. Di hari Sabtu, 17 Desember saya memutuskan untuk periksa ke GBS. Mengingat 40 minggu sudah usia kehamilan saya. Saya juga ingin memastikan berat badan janin 😅. Saat itu, gelombang cinta sudah lebih sering datang. Namun karena masih cukup jauh jaraknya, pemeriksaan hanya untuk memantau ddj janin. Dan tentu saja saya memilih pulang dulu. Sampai rumah, saya kelaperan. Mungkin karena sorenya habis keliling-keliling GBS sambil menunggu suami makan bakso. Sayapun membeli Donat lewat ojek online. Setelah donatnya habis, gelombang cinta malah lebih sering hadir. Belum teratur memang. 10 menit hanya dua kali, ada yang hampir dua menit. Menjelang tengah malam, gelombang cinta malah hadir 3-4 menit sekali.

Saat subuh, saya langsung chat Bidan Neny. Sarannya jika ingin leyeh-leyeh dulu di rumah, tidak apa-apa. Tapi kalau mau leyeh-leyeh di GBS silakan saja.
Kebetulan di rumah diadakan arisan keluarga. Saya ternyata tidak siap akan menghadapi tamu-tamu. Khawatir saat menikmati gelombang cinta, ada intervensi yang tidak perlu. Atas pertimbangan ngantuk berat dan ingin numpang tidur, apalagi suami juga belum tidur semalaman, karena saya minta disayang (baca: dipijat) terus. Pagi harinya saya pun berangkat ke GBS. Ibu dan bapak mengiyakan. Karena jarak, mereka menyuruh segera saja menuju GBS.

Saat itu, Bidan Neny sedang menjadi pembicara di sebuah seminar. Jadi saya disambut oleh bidandari yang sedang bertugas. Tidak lama sampai GBS, saya chat lagi bidan Neny dan mengatakan kalau keinginan untuk mengejan cukup kuat. Bidan Neny sempat mengira jangan-jangan pembukaan sudah lengkap. Saya pun di VT. Daaaaan ternyata saudara-saudara baru pembukaan tiga. Deeeng **dipukul gentong**

Ya sudahlah. Saya numpang tidur saja kalau gitu. Setiap gelombang cinta hadir, hasrat mengejan pun sulit ditahan. “Biasa itu,” Kata kakak pertama yang “dipaksa” datang ke GBS oleh ibu saya.

Intervensi dari keluarga emang cukup besar. Dua kakak yang melewati proses persalinan sc tanpa penerimaan membuat orangtua dan kakak2 menganggap aku akan melewati hal yang sama dengan mereka. Apalagi kakak yang pertama bidan di ugd, selalu cerita kondisi persalinan yang gawat dan darurat. Otomatis terekam di alam bawah sadar mereka. 

Menjelang persalinan pun sering candaan soal persalinan mereka lontarkan. Buat mereka lucu mungkin. Tapi buat yang butuh dukungan, kalau gk siap bisa tambah baper 😅😅.. 

Bahkan, pas di GBS kakak pertama tiba2 telpon mau datang. Bisa dibayangkan betapa bapernya saya 😹😹.. Niatnya menghindari intervensi, eh malah ada intervensi lain. Tapi saya waktu itu pasrah aja, kalau memang si kakak bakal ikut mantengin persalinan. Mungkin emang takdir Allah. Tapi alhamdulillah ternyata dimuluskan jalannya. Si kakak akan dinas malam dan harus segera pulang karena ngantar suami ke bandara dan anaknya ke rumah mertua. 💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻

Intervensi yang saya dapatkan, sebenarnya adalah bentuk rasa sayang orangtua dan keluarga. Mereka pasti ingin saya dan cinta sehat dan selamat. Itu pula yang jadi penyemangat saya untuk membuktikan bahwa saya bisa melewati persalinan dengan nyaman dan minim trauma. 

Oh iya.. salah satu cara untuk mengurangi kebaperan selama kehamilan , sebenarnya dengan  sering ideomotor. Duuluuuuuu taunya cuma rileksasi aja.. setelah ikut kelas, tiap ngerasa mellow, saya langsung ideomotor. Sekalian minta maaf sama bayi, karena belum bisa menjaga emosi. 

Nah, sambil menikmati gelombang cinta saya bolak balik jalan di kamar. Kemudian goyang-goyang di birthing ball sambil dipeluk dan dicium suami. Sambil sering ketiduran, suami mengingatkan untuk tertawa saat gelombang cinta datang. Saking asyiknya poster di dinding kamar diturunkan karena bolak balik jatuh tersenggol.

Jam 12 siang, saya minta massage induksi pada bidandari Komang dan Marcel. Padahal sebelumnya suami sudah bolak balik memijat. Dan saya sudah bolak balik ketiduran. Tiap ketiduran, saya selalu ngelindur dan tiba-tiba ingin mengejan. Untunglah suami dan bidandari-bidandari sabar mengingatkan untuk nafas ujay. Setengah jam kemudian karena hasrat mengejan makin menjadi, saya pun diperiksa lagi. Ternyata pembukaan sudah hampir lengkap. Sayangnya selaput ketuban sudah pecah duluan. Saat saya bolak-balik ke kamar mandi, memang sempat keluar cairan. Saat itu saya tidak yakin apakah itu air ketuban atau cairan dari miss v.

Lucunya saat diberitahu pembukaan sudah lengkap, saya buru-buru bangun dari tempat tidur dan mau kabur ke ruang ruang suci (ruang bersalin di GBS). “Ehh, mbak bentar dulu. Tunggu gelombang cintanya hilang aja baru kita pindha” kata Marcel yang terkejut. Saya ternyata terlalu bersemangat. Ha-ha.  Begitu tau pembukaan sudah lengkap, Bunda Neny pun segera meluncur datang. *Padahal baru selesai mengisi seminar, belum sempat foto bareng pula*. Waktu yang saya nikmati di ruang suci cukup lama. Cinta memang ternyata menunggu kehadiran Bidan Neny. Berbagai macam posisi saya coba agar cepat crowning. Mulai dari miring ke kiri. Jongkok, setengah duduk, dan nungging. Buat saya posisi yang paling cepat memacu gelombang cinta adalah nungging. Hal konyol yang kerap saya lakukan selama proses persalinan adalah bolak balik tertidur. Padahal saya sedang bergerak dan nafas ujay 😑 🔫. Bahkan ketika salahsatu bidandari berencana membeli es kelapa, saya tiba-tiba nyelutuk ikut titip😹😹😹😹. Mungkin kalau bukan di GBS saya sudah diomelin karena kebanyakan tingkah dan bercanda. Tak hanya itu, suami juga lebih sering melontarkan candaan yang membuat saya tertawa. Alhamdulillah sesuai dengan visualisasi saya. Padahal, suami sempat tidak yakin berani menemani saya di ruang suci. Ah, makin jatuh cinta deh dengan keberaniannya 😘😘

Oh iya, pas proses kemarin kan si ibu sempat video call dan bilang “lho kok gak nangis de. Nangis aja gk apa2,” saya sempat kepikir nangis gk apa2 kali ya.. terus mikir lagi, kenapa mesti nangis kan mau ketemu sama anaknya 😅😅.. akhirnya minta suami gk terima vc lagi biar saya konsen 😌😌

Setelah melewati proses yang tidak sebentar, akhirnya kepala bayi pun crowning. Cintapun meluncur dengan bahagia. Sebenarnya sesaat sebelum cinta meluncur, saya sempat tertidur lagi 😪😌. Makanya saat ia lahir, rasanya luar biasa menakjupkan. Saya seakan-akan sedang bermimpi 😅😅. Dengan segera cinta dibersihkan dan langsung IMD sembari menunggu kakak plasenta lahir. Karena cinta sudah belajar tentang menyusui sejak di pohon kelapa (baca: sebelum mamah dan papahnya menikah), dia begitu pandai mencari gentong ASInya. Meski sempat kesulitan cari posisi yang pewe. Masih banyak pelajaran yang harus saya terapkan setelah kehadiran Cinta. Semoga tetap bisa update akan ilmu-ilmu yang ada.


Oh iya, banyak bonus yang saya rasakan setelah melewati proses persalinan yang gentle ini. Di antaranya prenemium utuh, meski sedikit lecet ( gak apa-apalah ya 😹😹), bayi juga lebih anteng dan bisa diajak berkomunikasi.


Jadiiiii, poin terpentingnya persiapan dan rutin mengerjakan PR. Ingin melahirkan nyaman, minim trauma dan penuh cinta perlu diusahakan. Kalau ada yang bisa mendapatkannya tanpa berusaha, itu bonus! Belum tentu semua orang dapat bonus kan? Rajin mengerjakan PR juga salah satu persiapan yang harus dilakukan.

Balikpapan, 18 Desember 2016

——

Nb: Terima kasih pada semua yang mendukung. Terutama orangtua, kakak-kakak. Mamak-mamak di AIMI Kaltim dan FormASI Balikpapan. Dan Bunda-bunda di Gentlebirth Balikpapan. Apalah aku tanpa kalian semua. Hanya butiran debu yang tersapu.

Note: Beberapa paragraf yang saya tulis miring baru saja saya tambahkan. Karena baru ingat kepingan-kepingan memorinya  😅😅😅

3 tanggapan untuk “Cinta adalah Perjuangan ”

  1. Wow…. Agak speechless bacanya :D. Aku pas lahiran ga bisa begitu soalnya mba hihihihi.. Anakku srmuanya cesar, krn aku dr awal pgn bgitu.. Sejujurnya aku ga pgn ngerasain normal krn dgr cerita temen2, daaaan tekanan ibu mertua yg MELARANG teriak ato ngeluarin suara pd saat melahirkan normal krn alasannya tidak anggun -_-. Jadiiii, aku bilang ama suami, aku cuma mau cesar, titik! Dokterpun diajak kongkalikong supaya mw bilang bayinya sungsang dan ga mungkin normal :p. Berhasil, akupun akhirnya bs lahiran dgn anggun tanpa triak2 :p hihihi.. Kalo sakit krn operasi mah aku tau aku bisa tahan ngadepin tnp hrs teriak2 mba, tp sakit melahirkan blm tentu. Makanya aku g mw normal wkt itu 😀

    Suka

    1. Hehehe.. alhamdulillah, ternyata nikmatnya jauh lebih banyak ketimbang rasa sakit yang sering saya dengar. Tapi buat saya, normal ataupun cesar, yang penting persiapannya. Supaya bisa tetap melahirkan dengan gantle.. **tsaaahhh**

      Suka

Tinggalkan Balasan ke Riska Fikriana Moerad Batalkan balasan