Publik Talk : Simplycity Parenting – Waldorf Study Grup Balikpapan

To truly know the world, look deep within yourself. To truly know yourself, take a real interest in theworld.” Rudolf Steiner.

a4c9d25e-8587-42be-bf03-88a01398b861
Foto: Dokumentasi Waldorf Study Grup Balikpapan 

Bulan Juli ini banyak sekali kejutan untuk saya. Mulai dari yang membahagiakan, hingga menyedihkan. Juli adalah bulan lahir saya, namun di bulan ini juga saya harus kehilangan bapak untuk selama-lamanya.

Setelah lebaran, kondisi bapak memang drop. Tidak secara fisik, tapi psikologis. Saya sempat ragu setelah mendaftar Publik Talk ini. Apakah saya bisa datang? Bagaimana Cinta? Terakhir saya menitipkan Cinta pada kakak, hanya bisa bertahan 2 jam. Sebenarnya alasan terberat saya untuk tidak hadir karena kondisi bapak. Ternyata Allah SWT memanggil bapak tepat seminggu sebelum Publik Talk.

Meski masih dalam suasana berkabung, suami, ibu dan kakak mendukung penuh kehadiran saya di Publik Talk ini. Selain itu, yang menguatkan saya adalah karena saya yakin bapak ingin saya hadir. Demi diri saya, demi anak-anak dan demi cita-cita saya dan bapak. Ya, saya dan bapak punya pemikiran yang sama tentang menjadi istri dan ibu. Beruntung, suami juga sejalan.

Maka, hadirlah saya di Publik Talk diantar Suami, Cinta, Nindy dan Cicah.

 

Publik Talk Simplycity Parenting dan Workshop Puppet Story Telling yang diadakan Waldorf Study Grup Balikpapan ini mengundang Edith Van Der Meer. Salah satu perempuan yang berperan besar dalam penyebaran Waldorf. Beruntung saya yang bahasa inggrisnya kurang dari pas-pasan, ada penerjemahnya. Oh iya, saya cukup kaget karena ternyata Edith sudah cukup berumur.

759b2c77-bf2f-44ae-8d81-f22bc4442c70
Edith saat workshop Puppet Story Telling . Foto: Dokumentasi Waldorf Study Grup Balikpapan 

Dari Publik talk tadi Edith mengatakan bahwa saat ini kita tidak bisa menghindari perkembangan zaman. Semua serba cepat, teknologi dimana-mana. Banyak orangtua yang punya harapan besar untuk anak-anaknya, yang sebenarnya secara tidak sadar menuntut anak kita. Misalnya ketika ada anak yang sedang asik bermain, tiba-tiba kita minta untuk membereskan mainannya karena harus segera tidur, ketika anak sedang tidur, kita membangunkannya untuk segera mandi, ataupun mengajak anak bergegas untuk segera pergi ke sebuah tempat yang belum pernah ia kunjungi. Padahal masa kecil anak-anak tidak layak untuk diburu-buru.

Tak hanya itu, sekarang juga makin banyak stimulasi untuk anak. Mulai dari banyaknya buku dan mainan yang bertumpuk (ini saya banget kayaknya, hu-hu. Eh buku sih, kalau mainan gak *semoga bukan pembenaran*) , games di gadget dan program anak-di tv atau youtube (ya kan, ya kan, ya kan), aktivitas yang berbeda setiap hari, topik obrolan seputar dunia orang dewasa saat di rumah.

94ef5049-2609-4ec1-b426-4cf813bfad80
Foto: Dokumentasi Waldorf Study Grup Balikpapan
912f8552-8efb-4896-b4d5-b70bba2abafa
Contoh mainan sederhana yang bisa mengembangkan imajinasi anak. Foto: Dokumentasi Waldorf Study Grup Balikpapan

Banyaknya stimulasi ini memicu tantangan prilaku. Padahal, kata Edith, gangguan-gangguan seperti itu dulunya hanya ditemukan pada anak yang mengalami trauma dan stress akan sesuatu, seperti kemiskinan, perang dan masih banyak lagi.

Lalu apa yang orangtua bisa lakukan. Ada 4 poin yang Edith paparkan.

  • Lingkungan
  • Ritme
  • Jadwal
  • Informasi untuk orang dewasa

Penyederhanaan pada empat poin tersebut akan berpengaruh besar pada anak. Perlahan-lahan, tapi pasti. Dari keempat poin tersebut, yang saya tangkap, ritme berkaitan erat dengan ketiga poin lainnya.

Ritme bukan merupakan jadwal kegiatan yang tersusun dari jam sekian sampai dengan jam sekian. Misalnya di salasatu sekolah waldorf, Di salahatu hari ada kegiatan ketika anak datang ke sekolah mereka bermain, dilanjutkan dengan cyrcle time, bermain (duh, lupa tadi main apa namanya), makan, mendongeng, lalu pulang. Ritme kegiatan ini memberikan rasa aman untuk anak. Sesuatu yang selalu berubah-ubah tidak memberikan rasa aman. Ritme inilah yang menjadi fondasi agar terciptanya rasa aman.

“Simplicity Parenting: Less is More for Your Child” yang disampaikan Edith mengajak kita oangtua memahami arti penyederhanaan (simplify) untuk hidup yang lebih tenang sekaligus melindungi masa kecil anak.

Pulang dari Publik Talk saya membawa pulang rasa bahagia yang membuncah. Saking bahagianya, saya mengantarkan suami pergi memancing. Padahal biasanya kalau suami memancing, saya suka misuh-misuh.

Boleh jadi saya mendapatkan banyak energi positif dari Publik Talk ini. Atau mungkin juga karena saya kembali menemukan ritme saya.

Sssttt, saya mulai kembali menata kegiatan harian saya di agenda (buku dan smartphone). Sesuatu yang selalu saya lakukan saat bekerja dulu.

Semoga saya berkesempatan mengikuti kegiatan-kegiatan waldorf berikutnya. Amiin.

 

 

 

 

2 tanggapan untuk “Publik Talk : Simplycity Parenting – Waldorf Study Grup Balikpapan”

Tinggalkan komentar