Ibu Rumah Tangga

 “Kalau sudah menikah nanti mau jadi ibu rumah tangga?”

“Ih, ngapain! Udah capek-capek sekolah tinggi masa cuma jadi ibu rumah tangga!”

“Lho, kenapa?”

“Ibu rumah tangga kan gak ngapa-ngapain. Paling cuma cuci baju, baju, masak, ngepel!”

 Pernah lihat video dua gadis remaja yang ngomongin gk pengin jadi ibu rumah tangga? Kurang lebih seperti itulah percakapannya. Saat video itu, mungkin banyak ibu yang emosi. Kamu pikir kita gak ngapa-ngapain di rumah!!! Eh, itu aku aja kali yang emosi. Ha-ha.

Bisa jadi, kedua gadis remaja tersebut, mengatakan jadi ibu rumah tangga tidak menarik lantaran mereka belum merasakannya. Atau bisa saja, kita orang sekitarnya, tidak menunjukkan betapa bahagianya menjadi ibu rumah tangga. Kita mungkin lupa, kalau masih sering berkeluh kesah. Sehingga orang lain melihat, pekerjaan kita sangat berat dan menyulitkan. Kita perlu ingat, bahwa menjadi ibu rumah tangga juga butuh sekolah, butuh ilmu dan butuh tempat belajar. Menjadi ibu rumah tangga, bukan hanya urusan kasur, dapur dan sumur. Menjadi ibu rumah tangga, tetap bisa produktif berkarya. Tetap bisa bahagia.

Kalimat Pak Dodik yang selalu terngiang sejak awal aku dengar “Jangan pernah biarkan orang lain merendahkanmu, kecuali kamu mengizinkannya”. Kurang lebih seperti itulah kalimatnya.

Aku yang sejak SMA bercita-cita menjadi ibu rumah tangga, pernah merasa tidak percaya diri dengan profesiku. Terutama saat ditanya oleh orang yang lebih tua.

“Lho, gk kerja?”

“Gak bude, di rumah aja. Jagain anak,” jawabku dulu.

Kalau sekarang, saat ada yang bertanya seperti itu lagi, aku dengan bangga mengatakan”Iya, pekerjaannya sekarang ibu rumah tangga. Jadi manager keluarga,”

Ibuku sebenarnya bangga dengan pilihanku. Tapi kalimat yang terlontar, sering terdengar insecure atau membandingkan dengan ibu yang bekerja di ranah publik. Bisa jadi ini karena kebiasaan. Orang-orang zaman dulu, tidak seperti kita yang saat ini lebih terbuka, tidak mau basa-basi yang menyakitkan.

Akupun tidak mau repot-repot membenarkan jika ada yang menyalahkan atau menyayangkan keputusanku menjadi ibu rumah tangga. Kenapa? Lelah bok! Dan belum tentu mereka berniat menyalahkan. Bisa jadi, hanya basa basi. Cuma ya basa basinya agak menyakitkan. Ha-ha.

Meski tidak suka, kita juga harus belajar mengabaikan sesuatu yang membuat kita terluka. Dengarkan saja. Jika melukai, maka maafkan dan lupakan. Jika bisa memberikan kita semangat, jadikan motivasi. Ih, ngomongnya gampang! Yuk, kita belajar dan berjuang sama-sama. Supaya tidak ada lagi yang menganggap ibu rumah tangga bukan profesi yang membanggakan.

3 tanggapan untuk “Ibu Rumah Tangga”

Tinggalkan Balasan ke Riska Fikriana Moerad Batalkan balasan