Ok Google, Nyasarpun It’s Oke

Aku pernah membaca, seorang praktisi sekaligus peneliti neuroscience, dr Aisyah Dahlan mengatakan bahwa kurang lebih hanya 8 persen perempuan yang bisa membaca peta. Entah karena tomboy atau terbiasa. Beruntunglah aku yang masuk dalam kategori 8 persen itu. Mungkin karena terbiasa.

Sejak kecil aku dan bapak memang suka sekali membaca peta. Peta dunia ataupun peta jalan. Dulu bapak pernah mengikuti kursus dari kantor ke Jakarta. Dari Balikpapan, bapak berbekal peta dan tentu uang saku juga. Sekembalinya ke Balikpapan, Peta Jakarta jadi hiburan kami. Bapak sering menunjukkan tujuan bapak selama di Jakarta. Tidak langsung ke tujuan, tapi di arahkan melalui jalan yang bapak lalui sambil menceritakan pemandangan yang dilihat. Aku bisa membayangkan seakan sedang berada di Jakarta bersama bapak.

Beranjak dewasa, aku makin terbiasa. Saat sinyal masih angop-angopan, aku sudah sering “berkeliaran” dengan google maps. Pernah suatu waktu, aku harus mengunjungi paman di Sangatta. Bermodalkan google map, kami berhasil sampai Sangatta. Meski sempat nyasar juga sih. Ha-ha. Google maps adalah pemanduku selama di kota lain.

Kebiasaan bersahabat dengan google maps, berlanjut terus hingga menikah dan punya anak. Bahkan, aku lebih menyukai google maps ketimbang bertanya pada orang. Suami awalnya keder. Bertolak belakang denganku. Tapi lama-lama suami terbiasa dan mulai percaya dengan tugas istrinya sebagai navigator saat di jalan.

Seperti saat perjalanan ke Kalimantan Selatan. Kami sempat di arahkan menuju jalan yang kecil dengan hutan lebat di sekelilingnya. “Beneran nih lewat sini?” tanya suami.

“Iya kok. Nih, gk ada jalan lain. Dan gk jauh udah ada di jalan ini,” terangku. Kamipun nekat melewatinya. Yang khawatir tentu saja nenek.

Salah satu jalan menuju Kalimantan Selatan, yang kami lewati

“Udah, puter balik aja. Ini lho sepi. Hutan lagi,” kata nenek ketakutan.

“Aman nek. Jalannya mulus kok. Gak sepi-sepi amat. Masih ada motor dan mobil,” kataku sambil menunjuk kendaraan yang lewat.

Tidak lama kemudian, kami bertemu dengan dua orang laki-laki paruh baya, yang sedang mengobrol di depan rumahnya. Suamipun memutuskan bertanya.

“Kata bapaknya bener. Lurus aja. Ada jalan lain sebenarnya, itu lebih jauh lagi. Kalau lewat sini, dekat. Cuma jarang ada yang lewat sini. Terus di depan, jalannya lumayan rusak. Tapi kata bapaknya sih dikit saja,” terang suami.

Dan benar, jalan yang kami lewati sedikit rusak. Jika mobil berukuran kecil, mungkin tak bisa melewatinya. Tak sampai lima menit, kami sudah berada di jalan raya yang cukup besar.

“Nah, betul kan. Kita menghemat waktu 10 menit lho,” kataku agak sombong.

“Iya sih. Tapi lewat hutannya itu lho. Serem,” kata ibu.

“Ya kan, dari tadi kita emang lewat hutan. Jadi jangan kaget lagi dong,” kataku agak mengolok.

“Pokoknya nanti kalau pulang, ibu gk mau lewat sini lagi ya Dan,” ibu berpesan pada suamiku.

“Tergantung petunjuk jalan bu, hohoho,” jawabku memotong pembicaraan.

Sesampainya di kota Banjar Baru, kamipun masih dibantu Google Maps. Dari satu tujuan ke tujuan yang lain, Google Maps selalu sedia. Tapi aku juga memperhatikan papan petunjuk yang ada di jalan. Apakah sama atau berbeda. Ternyata sama. Hanya saja, jarak tempuh yang ditunjukan papan petunjuk jalan jauh berbeda.

“Gak tau kenapa kayak gitu. Mungkin biar kita merasa itu sudah dekat. Padahal masih jauh,” jawab suami saat aku bertanya kenapa jarak temputlh google maps dan petunjuk jalan berbeda.

Terima kasih google maps, karena membantu kami menjelajah kemana-mana. Meski banyak yang kecewa, aku tetap setia. Halah.

3 tanggapan untuk “Ok Google, Nyasarpun It’s Oke”

  1. Klo sekarang enak mbak..dah ada “mbaknya google”..jadi tinggal dengerin suaranya..awal2 dulu cuma maps doang..alhasil saya yang buta arah suka ribet bacanya..😅

    Suka

Tinggalkan Balasan ke fernati Batalkan balasan