Kita semua adalah pengembara di dunia ini. Ada yang kaya, pun ada yang miskin. Ada yang terkenal, ternama, berkuasa, juga ada yang bukan siapa-siapa. Ada yang seolah bisa membeli apapun, melakukan apapun yang dia mau, hebat sekali. Ada yang bahkan bingung besok harus makan apa.
Itulah sepenggal cuplikan dibagian belakang cover buku. Saat melihat buku ini di rak toko buku, ada sedikit kesan horor. Kenapa? Karena ada gambar nisan. Aku menduga, ada sosok yang meninggal dalam ceritanya. Tapi kesan horornya tidak menakutkan, karena di dominasi oleh warna putih.
Review kali ini mungkin mengandung banyak spoiler. *sungkem*
Kisah ini menceritakan tiga sekawan bernama Hasan, Baso dan Kaharuddin. Mereka bertiga merupakan murid dari sekolah agama yang ternama. Ketiganya kerap kali membuat kegaduhan. Selalu bertiga. Mereka kompak sekali. Hingga suatu hari, ulah mereka membuat Buya – pemimpin sekolah agama- kecewa.
Buya tampak bingung dan menyerah mendidik mereka bertiga. Tapi buya juga teringat, pesan ayahnya buya 40 tahun lalu. Ada anak yang juga serupa dengannya. Memiliki latar belakang keluarga yang juga bermasalah. Hanya saja, anak 40 tahun lalu itu selalu sendirian.
Bahar namanya. Bahar jauh lebih kacau dari Hasan, Baso dan Kaharuddin. Bahar tak hanya bermasalah di sekolah. Tapi juga sering kabur dari sekolah untuk mabuk-mabukan dan mencuri di luar sekolah.
Buya (ayah buya) murka pada bahar, karena menyalakan meriam bambu. Tak puas dengan meriam bambu biasa, Bahar menaikan levelnya. Ternyata bubuk mesiunya bertebaran dan mengenai salah satu pondok. Ada satu siswa yang tertinggal di dalamnya, dan tak bisa selamat. Karena itulah Buya murka. Buya mengusir Bahar.
Tapi setelah kepergian Bahar, Buya malah terus meratap sedih. Buyapun memutuskan mencari Bahar kemana-mana. Bahkan saat mendekati akhir hayatnya Buya meminta anaknya (Buya) terus mencari.
Akhirnya saat tiga sekawan melakukan “kenakalan”, Buya menyadari kalau ketiga anak ini istimewa. Alih-alih memberi hukuman, Buya meminta bantuan ketiganya untuk mencari Bahar. Misi ini sebagai ujian bagi ketiganya. Kalau berhasil, mereka bebas keluar dari sekolah. Jika tidak, mereka harus melanjutkan belajar sampai lulus.
Tentu mereka tak mau melewatkan kesempatan ini. Kapan lagi mereka bebas jalan-jalan keluar sekolah.
Buya sebenarnya agak ragu dengan keputusannya. Namun, seperti yang kita tahu anak nakal itu adalah label. Sesungguhnya ada keistimewaan dari mereka. Buya berharap, pola pikir mereka bisa mengurai benang kusut si Bahar.
Perjalan demi perjalanan mereka lalui. Saat mentok dan merasa buntu, ketiganya sholat dan memasrahkan diri pada Allah. Dan dari situ takdir satu persatu menghampiri.
Sampai ketiganya menemukan garis akhir. Tak hanya pertanyaan Buya yang terjawab. Tapi semua orang yang berhubungan dengan Bahar akhirnya mendapatkan penjelasan.
Apa Istimewanya Buku Ini?
Penulis mampu mengajakku berkelana dari masa ke masa. Dari masa depan kembali ke belakang lalu ke depan lagi. Tak membuatku bingung. Aku tetap bisa menikmati perjalanan tiga sekawan. Meski sebenarnya bisa menebak akhir cerita, sesekali kita masih dibuat bingung. Apakah tebakan kita benar atau tidak. Buku ini mampu membuat penasaran dan terus ingin membacanya. Tapi saat ingin memberikan jeda membaca, kita tak langsung lupa apa kisah sebelumnya.
PENUTUP
Meski buku fiksi, ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari ceritanya. Kita bisa mengambil banyak hikmah dari perjalanan Bahar. Kita tidak boleh menjudge seseorang melalui penampilannya. Bahar misalnya, meski banyak kesalahan dan dosa yang dilakukan, selalu ada kebaikan yang ia berikan. Kita perlu melihat kehidupan dari banyak sisi.
Judul Buku : Janji
Penulis : Tere Liye
Editor : AR
Desain Cover : Indra Bayu
Penerbit : PT Sabak Grib Nusantara
Jenis : Fiksi