Diet Kopi Susu ditulis oleh dr Dion Haryadi. Berawal dari konten dr Dion yang sering membawa catokan rambut muncul di pencarian akun instagram. Jujur saja, aku tadinya tidak paham kenapa kok si dokter bawa-bawa catokan rambut.
Ya Allah, ternyata maksudnya meluruskan! Ketawa sambil elus dada. Sebagai follower baru dr Dion, aku banyak terhibur. dr Dion mengedukasi dengan cara yang santai namun informasinya bisa tertinggal di otak.

Saat dr Dion membagikan link bukunya yang berjudul Diet Kopi Susu, aku sempat tersentil. Duh, aku kan doyan banget kopi susu, apakah ini pertanda bahwa aku harus mengurangi kopi susu. Apalagi setelah lebih dari setahun bersalin, pola olahragaku masih naik turun. Atau jangan-jangan ada resep rahasia diet hanya dengan kopi susu, ha-ha.
Di awal-awal halaman, tertulis dengan huruf tebal kalimat.
“Tidak, diet tidak memerlukan ramuan khusus”
“Diet itu dilakukan seumur hidup, sehingga diet harus bisa dinikmati”
Jadiiiii, aku tetap bisa menikmati kopi susu kan yaaaa! Mencoba mendapatkan pembenaran. Alhamdulillah di lembar berikutnya ada tulisan
“Maka dari itu, izinkan saya membuat sebuah sanggahan, bahwa justru kopi sisilah yang akan menjadi alasan terkuatmu untuk hidup secara konsisten”
dr Dion memberikan pernyataan, bahwa di awal-awal bukunya tetap memberikan penjelasan mengenai banyak hal seperti kalori, pola makan, olahraga dan lainnya. Rasanya tuh kayak lagi dapat rincian dari ahli gizi. Serius deh. Aku yang beberapa bulan lalu konsultasi gizi dengan ahli gizi, mendapatkan penjelasan yang kurang lebih sama. Tentu saja, konsultasiku jauh lebih rinci karena disesuaikan dengan aktivitas sehari-hari, olahraga dan asupan makananku. Tapi dr Dion membagikan materi-materi soal gizi ini di bukunya.
Kita yang sering sekali terjebak dengan angka di timbangan, perlu sekali membaca buku ini. Biar apa? Biar tetap semangat dan konsisten dalam menjalani hidup sehat.
Yang kita inginkan pasti tubuh yang sehat sampai akhir kehidupan. Kalau cuma turun sesaat, siapa yang mau sih. Saat turun sih bahagia, tapi waktu stuck, dudududu!
Berat badan bukanlah satu-satunya patokan progress. Kebiasaan tidur, pola makan, serta jadwal latihan adalah beberapa aspek dari pemulihan yg paling banyak mempengaruhi progres latihan kekuatan.
Yang paling aku suka di buku ini ada di part terakhir. “Setiap orang memiliki musim hidup yang berbeda. Saat saya koas dulu, dengan segala kewajiban dan tugas yang ada, gak kebayang untuk bisa latihan beban dan lari masing-masing 4 kali setiap minggunya. Saat anak pertama saya lahir, asal bisa tidur sejenak saja sudah cukup, boro-boro memikirkan durasi dan kualitasnya.”
“Kalau sekarang kamu baru bisa berolahraga dua kali seminggu, lakukan. Belajarlah memprioritaskan 2 hari dalam seminggu untuk berngos-ngosan dan bercapek-capek ria. Nanti saat tubuhmu sudah lebih kuat dan waktumu lebih luang, kamu bisa berolahraga lebih sering”
Sungguh, kalimat di atas menjadi penyemangatku yang berharap bisa olahraga 5 kali dalam seminggu, tapi hanya bisa terlaksana 2-3 kali saja atau bahkan pernah tidak sama sekali.
Dari buku ini, aku bisa kembali mendapatkan semangat, bahwa yang harus aku lakukan secara perlahan-lahan. Biar apa? Biar konsisten untuk bergerak dan makan-makanan sehat. Karena aku mencintai diriku dan keluargaku.
Mau nanya terkat konsultasi ke dokter gizi. Bisakah kita langsung daftar ke RS untuk konsul ke dokter gizi? Atau, harus bawa surat rekomendasi dari dokter bidang lain?
SukaSuka
Wah, aku kurang paham kalau konsultasi ke rs.. cuma sependek yg aku tahu, di puskesmas2 ada ahli gizi.
Tapi mungkin kalau ke rs dengan biaya mandiri, pas pendaftaran kita bisa langsung minta ke dokter gizi.
SukaSuka